Mohon tunggu...
Aji Ngumboro
Aji Ngumboro Mohon Tunggu...

Aji Ngumboro lahir di Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah tanggal 23 Juli 1967. Saat ini tinggal di Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pendiri dan trainer serta motivator Human Talent Management (HUTAMA) Training & Consulting Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Isu Kecurangan Pilpres dan Dongeng Kancil Lawan Siput

26 Juli 2014   07:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:11 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perhelatan Pilpres 2014 selesai sudah diselenggarakan oleh KPU dengan hasil penetapan Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jokowi-JK berdasarkan ketetapan KPU memperoleh suara sebanyak 70.997.883 suara atau 53.15% sedangkan Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444  suara atau 46.85%. Mestinya hingar bingar dan pertentangan antar pendukung yang berlangsung beberapa bulan ini juga selesai sudah. Dan survei LSI menunjukan bahwa 98% masyarakat menghendaki tidak perlu ada gugatan ke MK, karena rakyat sudah capai dan ingin segera menjalankan kehidupan secara normal. Hanya 4,5 persen masyarakat yang memandang perlu adanya gugatan ke MK jika hasil Pilpres tidak sesuai yang diharapkan, Tentu yang kalah memiliki hak konstitusional yang patut kita hormati juga melakukan gugatan jika memiliki dasar yang kuat, bukan sekedar menggugat karena kalah.

Dan saat ini memang Tim Prabowo telah mengajukan gugatan meskipun pada tanggal 22 Prabowo tanpa Hatta menyatakan menarik diri dari proses Pilpres, pada saat KPU tengah menuntaskan rekapitulasi penghitungan suara. Baik gugatan ke MK maupun penarikan diri Prabowo didasarkan pada dugaan adanya kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres kali ini.

Untuk membuktikan ada dan tidaknya kecurangan tentu kita serahkan kepada mahkamah yang nanti akan mengadilinya. Namun jika kita bicara tentang kecurangan, maka seringkali kecurangan itu dilakukan oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah. Dalam hal pasangan Capres-Cawapres kemarin, bisa kita bedah siapa yang lebih kuat dan siapa yang lemah.

Pasangan Prabowo-Hatta didukung oleh Gerindra, Golkar, PKS, PAN, PPP, PBB, dan belakangan Partai Demokrat yang notabene partai berkuasa, dan didukung oleh 7 orang menteri, 22 gubernur/wakil gubernur dan bupati serta walikota di seluruh Indonesia. Sedangkan pasangan Jokowi-JK "hanya" didukung PDI Perjuangan, Partai Nasdem, PKB dan PKPI serta 3 orang menteri dan 5 orang gubernur/wakil gubernur. Melihat jumlah pendukung Prabowo-Hatta dibandingkan pendukung Jokowi-JK tentu bisa diukur bahwa kekuatan Prabowo-Hatta jauh lebih besar dari Jokowi-JK. Maka jadi mengherankan ketika pihak yang sedemikian kuat merasa dicurangi oleh pihak yang lemah.

Saya jadi teringat dongen kancil melawan siput. Di mana kancil yang memang kuat, cerdik dan dan sering kali licik bisa dikalahkan oleh siput yang lemah dan lamban dalam lomba lari. Sang kancil adalah binatang yang dikenal cerdik dan bahkan seringkali licik, sehingga hampir seluruh binatang di dalam hutan mengakui kehebatannya. Mulai dari buaya, macan, monyet, anjing bahkan seorang petani pun pernah diperdayanya. Hingga suatu ketika sang kancil melakukan lomba lari dengan siput. Dalam logika kancil, siput yang lamban tentu bisa dengan mudah dikalahkannya.

Menyadari bahwa kancil bukanlah lawan tanding yang sepadan, siput pun menyusun strategi, diminta kepada seluruh siput yang ada di hutan itu untuk bersatu pada menghadapi sang kancil. Setelah disepakati rute yang harus dilalui dalam lomba lari, maka setiap siput menempati posisi yang sudah ditentukan dari garis start sampai finish. Lomba pun dimulai, dan sang kancil sangat yakin bisa memenangkan lombat tersebut. Sampai kemudian sang kancil menjadi kalang kabut dan terengah-engah karena setiap dia sampai pada satu titik maka sang siput sudah berada di depannya beberapa langkah. Sampai pada akhirnya di garis finish pun ternyata dia kalah langkah oleh sang siput.

Karena kalah akhirnya sang kancil pun berteriak-teriak bahwa siput telah berbuat curang dengan mengerahkan seluruh warga siput untuk mengalahkan sang kancil. Demikianlah, pemilu adalah memang mengerahkan sebanyak mungkin warga memilihnya, dan ketika kemudian kekuatan siput yang demikian banyak memenangkan pertandingan, apakah bisa disebut curang? Biarlah mahkamah konstitusi yang memutuskan. Kita sebagai warga negara saatnya sekarang mudik, kembali kepada fitrah kita sebagai manusia yang bisa dan harus bersaudara dengan sesama, jangan sampai pertikaian politik elit mengorbankan ratusan juta rakyat yang tidak kenal lelah bekerja keras memperjuangkan kesejahteraannya sendiri.

Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir batin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun