[caption caption="Gambar : liputan6.com"][/caption]Ada dua hal yang sangat kontras terkait kebakaran hutan dan kabut asap yang menjadi persoalan besar akhir-akhir ini. Betapa riuhnya pembahasannya di sosial media, juga di level elit politik. Kebakaran hutan dan kabut asap tersebut, menjadi sebuah momentum bagi banyak kepentingan untuk menggoyang pemerintahan. Namun ada juga sekelompok anak muda dari komunitas Sekolah relawan, tanpa banyak bicara mereka berjibaku membantu memadamkan api dengan segala keterbatasannya.
Kerelaan berkorban para anggota Sekolah Relawan tersebut, menjadi sangat kontras jika dibandingkan dengan para Jenderal purnawirawan yang pasang badan didewan komisaris perusahaan pembakar hutan. Memang ini dua hal yang berbeda dan ada ditengah peristiwa yang sudah menyita perhatian kita semua. Dua hal ini tentulah sangat kontras dipandangan mata kita. Setiap peristiwa pastilah ada kandungan hikmah, untuk bisa dijadikan pembelajaran.
Ada 200 anggota Sekolah Relawan yang tersebar di 15 kota dan kabupaten di Indonesia. Mereka pun berasal dari berbagai latar belakang profesi. Mulai dari wirausaha, guru dan mahasiswa. Kerelaan berkorban bagi mereka adalah panggilan jiwa, untuk menolong sesama. Seharusnya mereka tidak perlu susah payah ikut memadamkan api, kalau saja para petinggi yang bercokol didewan komisaris perusahaan pembakar hutan, mau menggunakan kekuatan untuk menghentikan pembakaran hutan.
Selama kebakaran hutan beberapa waktu lalu, setiap hari anggota Sekolah Relawan dan warga lokal bahu membahu memadamkan api dengan peralatan yang mereka punya. Kini, ketika api sudah padam, mereka tetap masuk hutan untuk menggali tanah dan membuat sumur bor di bekas lahan yang terbakar.
Bisa dipastikan, bekerja di tengah udara yang panas akan menimbulkan kelelahan. Namun, itu tak melemahkan semangat mereka. Bahkan, kegembiraan tetap dirasakan ketika mereka melepas lelah atau mencicipi ransum makan siang yang sederhana. Dibutuhkan nurani untuk bisa memiliki kerelaan berkorban, dimana saat orang lain sibuk memikirkan kepentingannya sendiri, hanya karena keinginan memenuhi syahwat kerakusan, anggota sekolah relawan ini berkorban dan berjibaku memadamkan api hutan yang dibakar tanpa memikirkan kelestarian lingkungan.
Tidaklah berlebihan kalau kita mau mengapresiasi apa yang sudah dilakukan anggota Sekolah Relawan, karena apa yang mereka lakukan adalah perbuatan yang mulia dan sangat terhormat. Mereka tidak sedang duduk manis menikmati limpahan kekayaan, mereka berjuang demi kemaslahatan dan kelestarian hutan. Tentunya ini sangat kontras dengan apa yang dilakukan perusahaan pembakar hutan, dan orang-orang yang melindungi kejahatan mereka.
Sumber berita :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H