Selalu menjelang Pemilu rakyat miskin dijadikan komoditi politik, kemiskinan diperdagangkan politisi untuk menarik simpati dan keuntungan, terlihat seperti bersimpati pada nasib rakyat miskin, namun dibalik itu semua, rakyat miskin hanya dijadikan alat dagangan politik, untuk mencari biaya politik yang tidak murah, dan uang negara pun dikucurkan untuk bantuan rakyat miskin, namun pada praktiknya hanya berapa persen yang benar-benar digunakan untuk membantu rakyat miskin, selebihnya untuk kepentingan partai.
Demo anti kenaikan BBM yang marak sekarang ini seharusnya menjadi momentum perubahan kearah yang lebih baik, berbagai manuver partai politik memanfaatkan situasi ini. Padahal inti dari demo mahasiswa terhadap kenaikan BBM sebetulnya bukanlah pada kenaikan harga BBMnya, tapi pada solusi dan Kebijakan yang diterapkan pemerintah SBY-Boediono, jadi Boleh saja BBM naik, Asal SBY-Boediono turun, karena pemerintahan SBY-Boediono dianggap tidak mampu mengatasi krisis yang dihadapi negara yang dipimpinnya.
Solusi yang diambil pemerintahan SBY-Boediono dan Partai Koalisinya hanyalah semata memikirkan pencittraan untuk pemilu 2014, bukanlah serius untuk kepentingan rakyat, argumentasi yang diberikan terkait kenaikan BBM sama sekali tidak menguntungkan rakyat untuk jangka panjang, semua solusi yang diberikan hanya bersipat sementara, hanya untuk kepentingan Goal-nya kebijakan tersebut.
Sebagai negara produsen minyak mentah, yang sekarang ini semuanya sudah dikuasai asing, Indonesia pun sudah menjadi pengimport terbesar minyak yang tadinya diproduksinya sendiri. Sungguh ironis, negara yang kaya sumber energi tapi menjadi miskin hanya karena ketamakan para pemimpinnya, yang menjual semua asset negara demi kepentingan negara dan partai politiknya.
Rakyat selalu dianggap bodoh dan tidak mengerti terhadap langkah-langkah para pemimpin yang cenderung berpikir koruptif secara kolektif, dengan berbagai dalih untuk membohongi rakyatnya, dengan berbagai argumentasi yang dianggapnya cerdas, padahal rakyat tidaklah bodoh lagi, konspirasi eksekutif, legislatif dan juga yudikatif dalam memanipulasi anggaran dan kosntitusi semakin menjadi.
Tiga pilar negara yang dianggap mampu menyelengarakan negara, hanya menjadi sarang mafia, yang mengelabui rakyat semata demi kepentingan kekuasaan dan menguras kekayaan negara. Jadi kalau pun harga BBM harus naik ya silahkan saja, asal saja sebagai kompensasinya SBY dan Boediono turun dari tahtanya, kalau ini yang terjadi, saya rasa masyarakat dan Mahasiswa akan menghentikan demontrasi.
Sumber petaka di negera ini hanyalah, salahnya tata kelola kekayaan negara dan salahnya penyelenggaraan negara, negara hanya bertumpu pada kekuatan partai, bukanlah kemampuan personal para penyelenggara negaranya, partai diajadikan alat bagi penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya, dan partai jugalah yang ikut merampok kekayaan negara, politisi rakus dan tamak, berkembang biak dalam partai-partai yang ikut membuat negara ini menjadi rusak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H