Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Konspirasi Bupati dengan Pengusaha, Merusak Hutan Jambi

25 Desember 2014   14:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:29 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_361685" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber foto : Tempo.co"][/caption]

Sejatinya Kepada Daerah adalah Pemimpim yang berada di Garda Terdepan dalam penyelamatan kekayaan Sumber Daya Alam, bukan malah bersekongkol dengan Pengusaha menghancur kekayaan Hutan dan Sumber Daya yang ada didalamnya. Kalau hutan yang merupakan penyeimbang Ekosistem, yang berfungsi melindungi berbagai mahluk hidup, yang hidupnya bergantung pada kelestarian hutan, dibabat habis tanpa prikemanusiaan, maka terimalah saatnya murkanya alam.

Bagaimana mungkin hutan yang produktif, hutan lindung, dan hutan suaka margasatwa ikut dihabisi secara konspiratif oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab, yang hanya memikirkan kepentingan sesaat, demi memenuhi syahwat ketamakan semata untuk menumpuk kekayaan, dan manusia-manusia tersebut adalah orang-orang yang memiliki jabatan, tapi sama sekali tidak lagi memiliki kehormatan.

Berdasarkan pengamatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jambi, Sekitar 1 juta hektare kawasan hutan lindung dan konservasi di Provinsi Jambi rusak akibat usaha pertambangan batu bara. Kabupaten Sarolangun dan Bungo mendominasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) bermasalah tersebut. (Tempo.co).

Sementara berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Badan Pengelola REDD Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Jambi dan juga UNDP yang didasari dari buku statistik Dinas Kehutanan Provinsi Jambi tahun 2013,  Seluas 934 ribu hektare atau 44,31 persen dari 2,1 juta hektare hutan di Provinsi Jambi dalam kondisi kritis.

Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan, kalau kegiatan pembabatan hutan terus terjadi, perubahan hutan Primer menjadi hutan Sekunder pun terjadi, bisa dibayangkan kekayaan hutan dan kawasan hutan yang merupakan kekayaan alam Propinsi Jambi akan semakin habis dimasa depan, semua akan tinggal cerita, dan menjadi cerita yang menyakitkan bagi anak cucu generasi yang akan datang. Propinsi Jambi pernah mengecap Jaman Keemasan dari hasil kekayaan karet, dan itu merupakan cerita sejarah yang sangat membanggakan, cerita-cerita seperti itulah yang seharusnya akan diceritakan kepada generasi masa depan Jambi, bukanlah cerita tentang konspirasi kepala daerah dan pengusaha dalam menghabisi kekayaan sumber daya alam Jambi.

[caption id="attachment_361686" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber foto : Kompas.com"]

1419467579954206434
1419467579954206434
[/caption]

Apakah kepala daerah yang terlibat dalam perusakan hutan dan kekayaan sumber daya alam didaerah yang mereka pimpin pernah berpikir, bahwa biaya dan waktu untuk memperbaiki hutan tersebut tidaklah sedikit. biaya yang dibutuhkan untuk merehabilitasi kawasan hutan yang rusak, membutuhkan anggaran tidak kurang sebesar Rp 15,8 triliun. Kepala Unit Tata Kelola Pemerintahan dan Pengurangan Kemiskinan UNDP Indonesia, Nurina Widagdo, Senin (22/12/2014) dalam pernyataannya yang diberitakan Kompas.com,

Dana itu dibutuhkan untuk merehabilitasi 934 ribu hektare hutan yang kondisinya kritis dengan asumsi satu hektare diperlukan anggaran sebesar Rp 17 juta. Sementara dengan asumsi pendapatan dari dana reboisasi yang diterima yakni Rp 21 miliar/tahun diperlukan waktu selama 752 tahun untuk memulihkannya.

Bisa dibayangkan waktu pemulihan selama 752 tahun, sementara waktu merusak hutan itu tidaklah membutuhkan waktu yang lama, begitu kepala daerah mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), maka dengan modal IUP itu pulalah pengusaha membabat hutan dalam sekejap, yang ada dibenak mereka hanya keuntungan, dan tidak pernah berpikir tentang tanggung jawab melestarikan hutan, dan kekayaan sumber daya alam, bagi mereka kepentingan dan keuntungan adalah segalanya.

Musli Nauli, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, dalam pernyataannya kepada Tempo, Ahad, 26 Mei 2014, pemberian rekomendasi sehingga turunnya izin minerba pada sepuluh tahun terakhir di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi itu dilaksanakan secara masif, dikeluarkan setahun sebelum dan sesudah pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun