Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jokowi, Hukuman Mati, dan HAM

10 Desember 2014   22:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:35 2230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1418200469435992069

[caption id="attachment_358821" align="aligncenter" width="300" caption="Foto illustrasi : lintas.me - kreasi ajinatha"][/caption]

Jokowi sedang benar-benar diuji, penolakannya memberi grasi terhadap 64 terpidana hukuman mati kasus narkoba, mendapat kritikan dari  Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Kontras menganggap Presiden Joko Widodo tidak mengerti HAM. Seperti yang dikatakan koordinator Kontras, Haris Azhar :

"Itu berarti Jokowi enggak mengerti HAM," kata Koordinator Kontras Haris Azhar kepada Kompas.com, Selasa (9/12/2014) malam.

Menanggapi pernyataan Haris Azhar, penulis beranggapan bahwa Haris tidak menyimak substansi pernyata Presiden terhadap penolakan Grasi tersebut. Secara substansial Presiden Jokowi menganggap saat ini Indonesia sudah sampai pada tahap darurat narkoba, maka dari itu sudah sangat susah untuk dimaafkan.

Menurut hemat penulis, memang saat ini kejahatan narkoba sudah sangat mengancam generasi muda, bahkan sekarang ini bukan saja anak muda yang menjadi korban narkoba, bahkan berdasarkan berita di media, anggota dewan pun banyak yang terjerat kasus narkoba. Untuk memberikan efek jera, penerapan hukum mati memang sudah harus dengan tegas diterapkan pemerintah.

Haris mengemukakan, hukuman mati bukanlah hal yang efektif untuk memberikan efek jera pada para bandar narkoba, hukuman yang tepat untuk bandar narkoba adalah hukuman seumur hidup. Menurut dia, hukuman seumur hidup sudah cukup berat untuk dijalani oleh para terpidana kasus narkoba, dan para narapidan kasus narkoba dikirim ke nusakambangan, tapa boleh dijenguk oleh siapapun.

Penulis beranggapan Haris tidak terlalu memahami seperti apa prilaku narapidana kasus narkoba, dan sistem pengawasan yang ada terhadap narapidana kasus Narkoba. Sebagaimana kita ketahui dari berbagai media, seperti apa para bandar narkoba tersebut masih bisa menjalankan bisnis dari dalam penjara, seperti apa mereka mendapat fasilitas didalam penjara, jika seumur hidup mereka dihukum, maka selama itu pula mereka tetap bisa menjalankan bisnisnya.

Kepastian penolakan grasi hukuman mati terhadap 64 terpidana kasus narkoba, sudah disampaikan Presiden Jokowi dihadapan Civitas Akademika Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, dalam kuliah umum yang digelar di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Selasa (9/12/2014). (Kompas.com)

"Saya akan tolak permohonan grasi yang diajukan oleh 64 terpidana mati kasus narkoba. Saat ini permohonannya sebagian sudah ada di meja saya dan sebagian masih berputar-putar di lingkungan Istana,"
kata Presiden Jokowi.

Mari sama-sama kita tunggu implementasi ketegasan Presiden Jokowi, dalam hal eksekusi mati terhadap 64 terpidana kasus narkoba, apakah Presiden Jokowi mendengar aspirasi masyarakat yang menginginkan penerapan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba, atau Presiden takut dianggap melanggar HAM.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun