Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud featured

Jakarta, Ali Sadikin, dan Taman Ismail Marzuki

22 Juni 2012   07:16 Diperbarui: 24 November 2019   12:39 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Semua itu takkan terjadi tanpa Ali Sadikin. Ia penguasa yang paling unik. Kalau dikritik tak tersinggung, malah belajar. Yang paling berjasa dalam pembentukan Pusat Kesenian Jakarta tentulah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin,”(Arif Budiman)

Bicara tentang HUT DKI Jakarta tentu tidak bisa dipisahkan dengan nama Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta yang sangat akrab dengan masyarakat Jakarta, khususnya masyarakat Betawi. Bahkan Ali Sadikin pun senang dipanggil dengan sebutan Bang Ali, itulah bentuk kedekatannya dengan masyarakat yang dia pimpin.

Di tangan Bang Ali pula kesenian Betawi kembali hidup, dan berkembang, selalu ada pesta rakyat yang digelar Bang Ali, dimana Bang Ali dan Mpok Nani ada dikeramaian pesta rakyat. Pesta yang selalu digelar di Jl. MH Thamrin, dan digelar semalam suntuk, disitulah masyarakat Jakarta tumpah ruah merayakan HUT DKI Jakarta bersama Gubernur yang mereka cintai.

Dalam tulisan yang singkat ini juga saya ingin menceritakan bagaimana Bang Ali terinspirasi untuk membangun Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Dan ini juga merupakan bentuk dari kepedulian beliau terhadapa keberadaan seniman dan Kesenian yang ada di DKI Jakarta.

Mungkin tulisan ini juga akan memberikan inspirasi bagimkita semua, seperti apakah sosok Gubernur DKI Jakarta yang diidamkan masyarakat DKI Jakarta sebetulnya, apakah darinsekian kandidat Gubernur yang ada sekarang ini, ada yang memenuhi kriteria seperti yang kita harapkan.

Sebelum diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Soekarno, Ali Sadikin merupakan seseorang yang telah menduduki kursi Menteri, Menko dan Deputi Menteri Urusan Ekuin. Karena kedudukannya itu, ia banyak berkeliling ke berbagai kota mancanegara dan melihat adanya pusat kesenian di berbagai negara modern.

Berbekal petualangannya itu,  maka ketika beliau menjabat sebagai Gubernur DKI timbullah inspirasinya untuk membangun pusat kesenian di Jakarta yang diungkapkannya awal tahun 1968, saat meresmikan pemakaian kembali Balai Budaya yang merupakan tempat berkumpulnya seniman-seniman Jakarta di Jl Gereja Theresia.

Begitu dekat dan cintannya Bang ali dengan kesenian dan seniman pada saat itu, Bang ali melihat Balai Budaya sebagai satu-satunya wadah para seniman Indonesia di DKI Jakarta saat itu, tak lagi cukup untuk menampung para seniman untuk berkreatifitas dan menuangkan gagasan seninya, maka terpikirkan oleh beliau untuk membangun suatu wadah baru yang lebih besar dan mampu untuk menampung berbagai hasil karya seni para seniman indonesia di DKI Jakarta.

Para seniman “dikumpulkan” di sebuah tempat dengan satu tujuani: memajukan seni dan kebudayaan. Bang Ali lantas memerintahkan stafnya untuk mencari sebuah kawasan yang ideal sebagai Pusat Kesenian Jakarta. Akhirnya, ditemukan sebuah areal di Jl. Cikin 73, Jakarta.

Setelah tempat ditemukan, pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada seniman untuk memikirkan perencanaan dan konsep selanjutnya.

Pada periode 1968, secara intens terjadi pertukaran pikiran soal seni dan budaya terjadi di Kantor Harian KAMI, tempat Gunawan Mohamad bekerja dan biasa disinggahi seniman bersama budayawan lain dan aktivis 66.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun