Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hate Speech Bukanlah Menyatakan Pendapat

2 November 2015   16:33 Diperbarui: 2 November 2015   17:57 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar : www.bloomberg.com"][/caption]Kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat tidaklah dimaknai sebagai kebebasan mengekspresikan kebencian dengan caci maki dan perkataan diluar norma kebaikan, dan semestinya orang yang berakal memaklumi itu. Sementara larangan yang termaktub dalam Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/06/X/2015 soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech yang diteken 8 Oktober lalu, menurut penulis tidak sama dengan larangan menyatakan pendapat.

Hate Speech jelas tidak sama dengan menyatakan pendapat, hate speech lebih kepada tindakan yang melecehkan orang lain, dan konotasinya sangatlah negatif. Sementara menyatakan pendapat konotasinya sangat konstruktif dan maksud dan tujuannya juga positif. Sangat wajar jika dikeluarkannya SE Kapolri yang melarang tindakan/prilaku hate speech, membully orang lain dengan tujuan melecehkan, karena hal tersebut bisa memicu kegaduhan, apalagi hal seperti itu sekarang ini sangat marak di sosial media.

Hak menyatakan pendapat memang dilindungi undang-undang, karena menyatakan pendapat dalam sebuah negara demokratis memang dianjurkan. Kebebasan berpendapat jangan diartikan secara salah kaprah, dengan diberikannya hak kebebasan berpendapat dan berpikir tidak berarti kita boleh melanggar norma-norma yang berlaku dalam berinteraksi sosial. Mencaci-maki dan membully orang lain, bukanlah merupakan hak menyatakan pendapat.

Keluarnya SE Kapolri tersebut jelas sangat berkaitan dengan semakin maraknya hate speech di sosial media akhir-qkhir ini pasca Pilpres 2014, terutama yang menjadi sasarannya adalah Presiden Jokowi. Kalau kita mentolerir prilaku seperti itu, itu artinya kita membiarkan tindakan yang tidak menghormati Presiden sebagai Kepala Negara. Kalau ada orang yang berakal menganggap penghinaan terhadap presiden adalah tindakan yang wajar, perlu kiya tanya dimana akalnya diletakkan.

Seperti yang dikatakan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Anton Charlian, edaran tersebut merupakan bentuk tanggung jawab moral kepolisian agar masyarakat lebih berhati-hati menggunakan ruang publik. Jika tidak diatur sedemikian rupa, dia mengaku khawatir mendapat penilaian buruk di mata dunia internasional. Indonesia bisa dicap bangsa yang gemar menyebarkan kebencian.

"Kita punya tanggung jawab moral agar hal tersebut tidak terjadi. Jangan sampai ada satu teori, karena pengguna internet dari Menkominfo, 137 juta bahkan bisa meningkat. Bila dilanjutkan, jangan sampai dijuluki dengan ujaran-ujaran kebencian," tegasnya.

Sebagai masyarakat kita harus nenyikapi secara positif tujuan dikeluarkannya SE Kapolri tersebut, kalau SE tersebut dianggap upaya mengekang kebebasan berpendapat, tentunya kita harus melihat terlebih dahulu implementasinya, apakah benar dampak dari SE Kapolri tersebut mengekang kebebasan berpikir dan berpendapat yang dilindungi undang-undang, kalau hal itu yang terjadi, maka kita berhak menggugat sesuai dengan amanat konstitusi.

Sumber tulisan :

http://m.merdeka.com/peristiwa/mabes-polri-surat-edaran-agar-ri-tak-dicap-bangsa-penyebar-benci.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun