[caption id="attachment_357753" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber foto : Vivanews.com"][/caption]
Munas Golkar IX dibali salah satunya menghasilkan keputusan, Golkar menolak Perpu Pilkada, itu artinya Golkar sebagai bagian dari KMP melanggar perjanjian antara KMP dan Ketum Partai Demokrat, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebagai Presiden saat mengeluarkan Perpu Pilkada tersebut "Gesture Politik" SBY dalam kapasitas mendengar aspirasi yang berkembang dimasyarakat, sebagian besar masyarakat menolak hasil Sidang Paripurna DPR tentang Pilkada melalui DPRD.
Padahal, sudah diketahui luas bahwa ada perjanjian antara Koalisi Merah Putih (KMP) dengan SBY soal Perpu Pilkada ini. Perjanjian itu dibuat saat pemilihan paket pimpinan DPR. Disebut-sebut, dalam perjanjian itu, SBY bersedia membawa Partai Demokrat ke paket pimpinan DPR KMP dengan syarat Perpu Pilkada harus goal di DPR. Manuver Partai Demokrat ini yang membuat Koalisi Indonesia Hebat kalah di pemilihan pimpinan DPR.
Menolak Perpu Pilkada, Golkar tidak saja akan berhadapan dengan Demokrat, tapi juga akan berhadapan dengan sebagian besar masyarakat Indonesia yang menolak Pilkada via DPRD. Yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang menyebabkan keluarnya keputusan penting tersebut di Munas Golkar IX di bali, apa urgensinya, sehingga hal tersebut perlu dibahas di Munas, atau mungkin Golkar mengabaikan perjanjian KMP dengan SBY sudah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari KMP.
Sebagai "Corong" KMP, Golkar siap pasang badan dan siap hancur dengan adanya keputusan menolak Perpu Pilkada tersebut, dan bisa dipastikan, "Suara Golkar adalah suara KMP," artinya keputusan Golkar tersebut akan didukung penuh oleh KMP, sehingga Golkar tidaklah sendirian dalam menghadapi Demokrat dan masyarakat yang menolak pilkada via DPRD, kalau Golkar tidak didukung segenap anggota KMP, maka KMP akan terpecah, dan jelas itu tidaklah mungkin, sebagai koalisi oposisi tidak ada kata lain, KMP harus solid.
Partai Demokrat sebagai partai yang berdiri diantara KMP dan KIH, mengahadapi penolakan Golkar terhadap Perpu Pilkada cukup reaktif, manuver Golkar tersebut jelas mencederai kesepakatan politik, dan kader Demokrat di Senayan berjanji akan berjuang all out melawan penolakan Golkar terhadap Perpu Pilkada. Ada keraguan terhadap perjuangan kader Demokrat tersebut, sangat difahami gesture politik SBY sangatlah lentur terhadap keadaan dan situasi, terlebih sekarang ini SBY tidak ada beban lagi secara politik.
Keluarnya Perpu Pilkada dikarenakan reaksi keras masyarakat terhadap penolakan Pilkada via DPRD, sebagai presiden yang akan mengakhiri masa jabatannya, jelas SBY ingin terlihat berpihak terhadap keinginan rakyat banyak, seperti itulah "gesture politik" yang ingin diperlihatkannya kepada masyarakat, bahwa SBY mendengar aspirasi masyarakatnya, bisa saja hal ini pun merupakan manuver politik partai demokrat yang memang ingin memposisikan diri sebagai "Anak Manis," berada diantara dua koalisi yang berkonflik.
Mudah ditebak, jika partai Demokrat berhasil mempertahankan Perpu Pilkada, itu artinya KMP menghargai perjanjiannya dengan SBY, tapi apabila KMP ikut mendukung penolakan Golkar terhadap Perpu Pilkada, itu artinya KMP menganggap perjanjian KMP dengan SBY itu tidak pernah ada, hal tersebut dikarenakan adanya "Perjanjian dibawah tangan," keluarnya Perpu Pilkada tersebut hanyalah akal-akalan SBY untuk menyelamatkan mukanya dihadapan masyarakat yang menolak Pilkada via DPRD.
Sumber foto : vivanews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H