Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Berhaji"

14 Oktober 2014   15:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:05 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1413251056874836077

[caption id="attachment_347642" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber foto : www.berhaji.com"][/caption]

"Berhaji"

Ya aku memang pantas dikatakan orang yang tersungkur karena ketakaburan, yang pernah mabuk gelimangan harta, sehingga lupa kalau aku ada karena ada Sang Pencipta. Aku kini yang tersungkur karena tidak pandai bersyukur, menikmati kenikmatan dunia tanpa pernah mengingat siapa Sang Pemberi nikmat. Kalau saja penyesalan datang didepan, mungkin aku tidak akan pernah mengalami kenyataan pahit ini, kalau saja nasi tidak bisa jadi bubur, mungkin aku tidak akan mengalami nasib seperti ini.

Saat ada aku lupa, saat aku kehilangan segala-galanya, aku baru ingat kalau aku bukanlah pemilik segala-galanya, segala yang aku punya hanyalah titipan-Nya, dia bisa ambil kapan pun Dia suka, termasuk juga nyawa yang ada diraga. Seharusnya aku menyadari, sesungguhnya aku tidak pernah kehilangan apa-apa, karena aku bukanlah pemiliknya. Bagaimana mungkin aku kehilangan sementara aku tidak memiliki apa-apa, aku hanya kehilangan daya ingat dan kesadaran, kalau aku ada karena ada yang mencipta, kalau aku mempunyai sesuatu karena ada yang menitipkan.

Aku masih ingat, saat almarhum ayah mengingatkan agar aku segera berhaji, karena ayah melihat aku sedang kelimpahan berbagai rezeki, tapi aku yang pongah dan merasa berpunya menganggap berhaji itu adalah hal yang mudah,

"Maksum..berhajilah disaat Allah swt melimpahkan rezkinya pada kamu.."
"Berhaji itu mudah ayah..kalau sudah datang panggilannya kapan waktu aku tinggal berangkat.."
"Sekaranglah panggilan itu datang sum..sekaranglah waktunya..Tuhan sudah memanggilmu melalui rezekinya yang berlimpah untukmu.."
"Tapi belum ada hidayah yang aku rasa ayah..belum ada tanda-tanda dia memanggilku.."
"Jangan sampai Allah swt memanggilmu bukan lagi untuk berhaji sum...na'udzubillah min zalik.."
"Maksud ayah apa..jangan sampai Allah mencabut nyawaku ya yah.."

Aku sama sekali tidak meyakini tentang hal-hal yang buruk akan aku alami, aku yang kaya merasa tidak akan pernah jatuh miskin, aku yang sehat tidak pernah merasa akan jatuh sakit, karena aku merasa dengan kekayaanku aku bisa membayar kemiskinan, dengan kekayaanku aku bisa membeli kesehatan, yang aku tidak ingat hanyalah, apa yang aku punya sekarang ini hanyalah Titipan-Nya.

Semua isyarat sudah dia perlihatkan, semua panggilan sudah Dia sampaikan melalui ayahku, kepongahan yang membuat aku lupa akan hal itu. Satu minggu setelah ayah mengingatkanku, ayahku jatuh sakit, tidak lama setelah itu, ayah pun pergi meninggalkanku, padahal baru saja satu bulan ibu yang aku cintai meninggalkanku. Aku masih belum tersadar dengan apa yang akan terjadi, karena aku memang tidak pernah menyadari kalau Yang Maha Berkuasa sangat berkuasa atas diriku.

Satu bulan sudah ayah berpulang, aku jatuh sakit, sakit yang aku alami membuat aku tak berdaya, aku benar-benar sudah tersungkur karena ketakaburan. Sudah habis semua harta kekayaanku yang aku timbun selama bertahun-tahun, hanya dalam sekejab, untuk membiayai penyembuhan penyakitku, semua harta kekayaanku tidak cukup, hutangku pun sudah bertumpuk. Kini aku hanya bisa membayangkan indahnya Kota Mekah yang penuh berkah, dan sejuknya beribadah di Mesjid Madinah Al Munawarah, aku cuma bisa menyesali apa yang pernah diingatkan almarhum ayahku, Allah Swt sudah memanggilku lewat mulut ayah, agar aku segera menginjakkan kaki ketanah Suci Mekah, namun semua itu aku tanggapi dengan pongah. Kini aku benar-benar sudah tersungkur dalam ketakuburan..kini aku tidak berdaya, tidak lagi punya apa-apa, anak dan istriku pun pergi entah kemana, aku baru merasakan kalau aku hanya punya Tuhan.
Sumber foto : www.berhaji.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun