Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, yang santer dikabarkan akan menjadi salah satu Direksi BUMN.
Hal itu diketahui setelah Ahok bertemu dengan Menteri BUMN Erick Thohir, Rabu (13/11) kemarin di Kantor Kementerian BUMN.
Usai pertemuan, Ahok mengaku diminta Erick untuk ikut mengurus BUMN. Ahok tidak menyebut BUMN mana yang pengelolaannya akan diserahkan pada mantan bupati Belitung Timur tersebut.
Kabar ini disambut masyarakat dengan berbagai pendapat, ada yang menanggapi secara positif, ada juga yang menanggapi secara negatif, mengingat Ahok adalah Mantan Napi.
Secara positif ada yang menganggap Ahok pantas untuk menduduki jabatan direksi BUMN, bukan sebagai Komisaris Utama sebuah BUMN, karena Ahok memiliki ketegasan dan integritas yang memang dibutuhkan.
Secara negatif ada yang menganggap, sebagai mantan napi, Ahok tidak pantas menjadi pejabat dijajaran BUMN, tapi secara konstitusional Undang-Undang (UU) BUMN sendiri tidak melarang selama Kasus yang dialami tidak pernah merugikan negara.
Memang dalam penyelenggaraan negara, yang menjadi acuan boleh tidaknya seseorang menempati jabatan dalam sebuah institusi Pemerintah ataupun BUMN, adalah UU, selama UU membolehkan, maka tidak ada larangannya.
Mari sama-sama kita simak seperti apa UU BUMN yang mengatur tentang pengangkatan direksi BUMN, seperti yang saya kutip dari CNN Indonesia.
Merujuk Pasal 45 Undang Undang BUMN, Â seseorang bisa diangkat sebagai anggota direksi BUMN bila mereka memenuhi beberapa syarat.
Pertama, mampu melaksanakan perbuatan hukum, tidak pernah dinyatakan pailit.
Kedua, tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau perum dinyatakan pailit.