Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ikut BPJS karena Ingin Tetap Sehat

7 November 2019   10:50 Diperbarui: 7 November 2019   12:09 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: CNBC Indonesia

Saya Ikut BPJS memang sejak awal pertama mulai diberlakukan. Bagi saya saat itu sangat perlu menginvestasikan uang untuk jaminan kesehatan.

Saya sekalipun tidak merasa kalau BPJS itu adalah jaminan kesehatan, seperti pada umumnya asuransi kesehatan. Karena dari beberapa asuransi kesehatan yang pernah saya ikuti, tidak pernah sampai keujung, alias putus ditengah jalan.

Sejak awal saya sekeluarga mendaftar diri sebagai peserta BPJS mandiri kelas II, yang saat itu Iuran perbulannya 51.000 rupiah. Dengan satu Keluarga 4 orang setiap bulannya saya harus membayar 204.000 rupiah, dan itu tidak terlalu memberatkan jika dibandingkan asuransi swasta.

Tapi seiring dengan situasi dan kondisi ekonomi saat itu, saya sempat menunggak selama 4 bulan, dan apesnya pas kebetulan saya jatuh sakit dan harus dirawat, dan harus dioperasi karena usus buntu.

Pihak rumah sakit menanyakan apakah saya punya BPJS, isteri saya bilang punya, tapi menunggak 4 bulan. Saran pihak rumah sakit segera diurus BPJS-nya, dibayar tunggakannya, karena biaya perawatan dan operasi usus buntu lumayan mahal kalau cash.

Tanpa menunggu waktu lama, isteri saya segera melunasi tunggakan iuran BPJS saya. Dengan melunasi semua tunggakan, akhirnya saya bisa leluasa tanpa ada perasaan was-was terhadap biaya rumah sakit.

Begitu selesai operasi, saya masih dirawat selama tiga hari untuk pemulihan. Bersyukurnya, begitu mengurus administrasi, rumah sakit sama sekali tidak membebankan biaya sepeserpun, artinya semua biaya rumah sakit sudah ditanggung oleh BPJS.

Atas dasar pengalaman itu, kami sekeluarga berusaha untuk menyisihkan uang agar bisa membayar Iuran BPJS setiap bulannya. Menghindari adanya penunggakan. Saya menganggap membayar Iuran itu sebagai investasi, untuk jaga-jaga kalau berurusan dengan rumah sakit. Itu cara berpikir saya pada awalnya.

Suatu ketika anak saya yang di Bandung akan melahirkan, dia sudah cek biaya persalinan di sebuah rumah sakit. Karena persalinannya kemungkinan besar harus operasi caecar, maka rumah sakit pun memberitahukan biaya persalinan secara keseluruhannya.

Biayanya ternyata sangat mahal sekali, dan diluar kemampuan ekonominya, maka saya dan isteri menyarankan agar dia melahirkan di Jakarta saja, karena BPJS-nya kebetulan masih aktif. BPJS Jakarta tidak bisa digunakan untuk di Bandung, itu alasan kami menyarankan agar di Jakarta saja.

Seminggu sebelum melahirkan, isteri saya sudah mengurus BPJS, dan mencari tahu ke rumah sakit mana rujukan yang disarankan. Ternyata, dia dapat di rumah sakit Hermina Kemayoran, sebuah rumah sakit yang sangat bagus dan masih baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun