Buruknya mental sebagian besar aparatur sipil negara terhadap pengelolaan anggaran, seharusnya sudah bisa diantisipasi. Itu kalau ada keinginan untuk memperbaiki keadaan, agar lebih baik lagi.
Salah satu bentuk antisipasi terhadap adanya manipulasi anggaran seperti dimasa sebelumnya, makanya disiapkan sebuah sistem penganggaran yang transparansi semasa pemerintahan Jokowi-Ahok.
Semua rencana anggaran dimasukkan dalam sistem e-planning yang terkoneksi dengan e-Budgeting. Smart-nya sistem ini apabila rincian komponen riil sudah disusun dan dimasukkan terlebih dahulu kedalam sistem e-Budgeting.
Tujuan dari menyusun dan memasukkan komponen riil kedalam sistem, agar setiap komponen yang diajukan dalam anggaran bisa dikontrol. Secara operasional sebuah sistem digital elektronik memanglah begitu.
Hal itu diungkapkan Ahok menanggapi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI Jakarta yang tidak memasukkan anggaran sebenarnya ke dalam sistem e-budgeting saat menyusun anggaran 2020.
"Harus (dimasukan) semasa dari awal dan jadi mudah kontrolnya," ujar Ahok saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
Ahok menjelaskan, sistem e-budgeting yang digunakan saat dia menjabat sebagai gubernur bisa mengetahui detail anggaran apa pun, seperti lem Aibon, pulpen, dan lainnya.
Jadi memang ada perbedaan prosedur tahapan dalam penyusunan komponen riil antara Tim Ahok dengan Tim Anies. Kalau Tim anggaran Ahok sebelum menyusun anggaran, komponen riil sudah disusun dan dimasukkan terlebih dahulu dalam e-Budgeting, sementara Tim anggaran Anies tidaklah seperti itu.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sri Mahendra Satria Wirawan sebelumnya akui, penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran-prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) 2020 tanpa menyusun rincian komponen riil untuk setiap mata anggaran.
KUA-PPAS merupakan cikal bakal rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD).