NasDem di Koalisi Pemerintahan.
Sepak terjang Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjadi sorotan publik, terkait import secara ugal-ugalan berbagai produk pangan seperti, beras, gula hingga haram. Tidak pelak lagi laku import Enggar ini berdampak negatif terhadap eksistensiPengamat ekonomi Faisal Basri pernah mengkritisi laku import Menteri Enggar dengan sangat tajam. Faisal menilai Menteri Perdagangan yang salah urus. Enggar juga dinilai terlalu membuka keran import.
"Mudah-mudahan Enggar nanti tidak dipilih lagi, atau dipecat dari sekarang. Dia buka impor gula, impor beras dan impor garam dapat triliunan dari tiga komoditi itu, lezat," kata Faisal dalam acara Mandiri Investasi di Ritz Carlton Pacific Place, Rabu (13/2/2019).
Kritik bertubi-tubi yang diterima Enggar seakan-akan tidak terlalu dipedulikan, laku import yang dilakukannya malah semakin ugal-ugalan, dan anehnya tidak pernah ditegur secara langsung oleh Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi bukan tidak mengetahui hal ini, defisit neraca perdagangan Indonesia masih melebar di angka 1,93 miliar dolar AS per Juli 2019 dibandingkan capaian year on year 2018, adalah dampak dari import yang ugal-ugalan.
Memang pernah disinggung Presiden Jokowi saat membahas defisit neraca Perdagangan yang semakin melebar, namun agaknya Enggar bukanlah tipikal pejabat yang 'tipis kupingnya,' sehingga tetap saja melakukan import secara ugal-ugalan.
Argumentasi Menteri Enggar agak kurang masuk akal, menurutnya keputusan ini harus dijalankan apapun konsekuensinya karena dapat memancing respons negara tetangga.
"Tidak ada pilihan lain untuk kita menyesuaikan sesuai rekomendasi dari WTO," ucap Enggar, Rabu (7/8/2019) seperti dikutip dari Antara.
Biasanya seorang pejabat yang memiliki integritas, ketika dihadapkan pilihan yang sulit tetap memprioritaskan dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara Umum, begitu kebijakannya dianggap tidak berpihak pada masyarakat pilihannya adalah mundur dari jabatan tersebut.
Setiap kebijakan yang dikeluarkan orientasinya adalah kepentingan masyarakat banyak, bukanlah kepentingan Partai, atau kepentingan para pihak yang mendompleng dalam kebijakan tersebut.