Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Komedi Politik di Balik Blackout dan Kongres V PDIP

9 Agustus 2019   22:35 Diperbarui: 10 Agustus 2019   00:14 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi inikan komedi banget, sementara kita merasa aman-aman saja, karena ketergantungan kita pada listrik sangatlah besar. Begitu ada masalah dengan pasokan listrik, maka merembet pula pada jaringan komunikasi, putusnya komunikasi akan berakibat pula kepada yang lainnya.

Ini bukan persoalan mengatasi blackout-nya, tapi solusi kedepannya bagaimana, apakah sistem tranmisi seperti itu akan tetap dipertahankan tekhnologinya, atau ada solusi lain yang resiko untuk terjadinya Blackout tidak terulang lagi.

Selain itu tentunya Menteri BUMN sudah harus mengambil tindakan cepat untuk mencari Dirut PLN yang memang memiliki kapasitas secara tekhnis dalam pengelolaan manajemen PLN, dan mengerti bagaimana ruang lingkup pekerjaan PLN secara tekhnis.

Persoalan Blackout ini sama Komedinya dengan Ultimatum Megawati pada kongres V PDI Perjuangan,  di Grand Inna Beach, Denpasar, Bali, Jumat (9/8/2019). Dimana secara terang-terangan Megawati Minta jatah kursi Menteri kepada Jokowi lebih dari 4 kursi.

Ini benar-benar komedi politik menurut hemat saya, seorang yang demokratis tidak menghargai hak Prerogatif seorang Presiden, hanya dikarenakan sebagai petinggi politik, dan Ketua Umum Partai yang mengusung Jokowi di Pilpres, dan Ikut memenangkannya jadi Presiden, maka berhak menuntut banyak dapat jatah kursi Menteri.

Padahal sebelumnya PDI Perjuangan mencemooh NasDem, yang menitipkan banyak Nama kadernya untuk mengisi jabatan Menteri di Kabinet Kerja II Jokowi-Ma'ruf. Dan itu sudah dibantah Surya Paloh, bahwa NasDem tidak pernah Minta jatah kursi Menteri.

Ultimatum Megawati terhadap jumlah kursi menteri yang sesuai dengan harapannya, adalah sesuatu yang sudah mencederai demokrasi, dimana dia mengintervensi kekuasaan dan hak seorang Presiden. Harusnya sebagai petinggi Partai bisa memberikan teladan bagaimana menghargai hak Prerogatif Presiden.

Peristiwa komedi politik diatas seharusnya tidak terjadi, kalau saja semua yang mempunyai otoritas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, tentunya negara ini akan berjalan sesuai dengan keinginan kita semua.

Persoalannya adalah, negara ini dijalankan dengan berbagai tumpang tindih kepentingan kekuasaan. Mari kita lihat apakah Presiden Jokowi di Periode kedua ini benar-benar tidak ada beban dalam menentukan berbagai kebijakannya, termasuk juga dalam mengatasi persoalan ketahanan Nasional yang menyangkut PLN.

Juga apakah Presiden Jokowi berani melaksanakan hak Prerogatifnya sebagai Presiden dalam memilih Menteri Kabinet yang akan mendampinginya dalam penyelenggaraan pemerintah Lima tahun kedepan nanti. Semoga saja Partai pendukungnya bisa memberikan keleluasaan bagi beliau dalam menjalankan hak Prerogatifnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun