Sejaka awal diajukannya permohonan gugatan Tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, banyak pakar hukum yang menganggap sebagai sesuatu yang tidak lazim, karena menyimpang dari peraturan perundang-undangan dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK).
Benarkah demikian.? Mari sama-sama kita lihat dimana letak ketidaklazimannya, seperti apa aturan perundangan MK yang sesungguhnya, dan bagaimana pakar hukum menilainya, seperti apa nasib dari permohonan tersebut nantinya di MK.
I Wayan Sudirta menyebut, permohonan gugatan sengketa hasil pilpres yang diajukan oleh paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi ke MK tidak memenuhi persyaratan formil maupun materiil, dan permohonan yang paling menyimpang dari aturan dan peraturan MK.
Sebagaimana kita ketahui, permohonan gugatan yang dilakukan Tim Hukum Prabowo-Sandi tersebut adalah merupakan perbaikan dari permohonan sebelumnya, diterimanya adanya perbaikan tersebut pun dianggap sebagian kalangan Pakar sebagai sesuatu yang janggal.
Bagi praktisi hukum yang biasa berperkara di MK menganggap kejadian ini merupakan hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya, makanya para Pakar hukum yang memprediksi permohonan gugatan Tim Hukum Prabowo-Sandi akan ditolak MK.
Secara formil, gugatan yang dimohonkan tidak memuat penjelasan mengenai perselisihan suara atau penghitungan suara. Hal yang substansial seharusnya lebih fokus pada sengketa perselisihan perhitungan suara, sesuai dengan kewenangan MK.
Dalam peraturan MK, pemohon harus memuat soal perselisihan suara lantaran gugatan yang diajukan terkait perselisihan hasil pilpres.
Secara materiil, Wayan menilai, pemohon berusaha untuk menambahkan lampiran yang bagi tim hukum Jokowi-Ma'ruf adalah permohonan baru, bukanlah sekedar perbaikan dari permohonan yang sebelumnya.
"Ketika ditampilkan lampiran, berusaha untuk membelok keadaan karena sudah tidak mampu mempertahankan permohonan tanggal 24 (Mei) dengan menambahkan lampiran yang menurut kami permohonan baru," ujar dia.