Ekspektasi setiap orang kalau dijanjikan sebuah kejutan yang Wau, pastilah berpikir akan melihat sesuatu yang luar biasa.
Penulis menganalogikan begini, sesuatu yang Wau itu secara fisik harus diperlihatkan dan dibuktikan, tidak bisa hanya diucapkan, menjadi Wau ketika bukti fisik diperlihatkan ternyata melebihi ekspektasi, tapi ketika tidak sesuai dengan ekspektasi maka kejutan tersebut tidaklah Wau, alias biasa-biasa saja.
Ibarat kata kita berjanji ingin memberikan kejutan kepada anak dan isteri dirumah, dan itu kita sampaikan sebagai awalannya.
Tentu saja kejutan yang dimaksud pasti sangat dinanti mereka dirumah, tapi ketika sampai dirumah apa yang kita janjikan tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, tentu mereka kecewa.
Ada baiknya kalau ingin memberikan kejutan tidak perlu diberi tahu, supaya memang bisa menjadi sesuatu yang mengejutkan.
Sering penonton kecewa karena adegan ending sebuah cerita tidak sesuai dengan ekspektasi penonton, sementara diawal cerita penonton sudah digiring untuk melihat sebuah ending yang mencengangkan.
Itulah yang terjadi pada pertunjukan politik di panggung hukum, yang dilakukan oleh Tim Hukum Prabowo-Sandi. Seakan-akan sidang persengketaan Pilpres di MK menjadi sesuatu yang gegap gempita, hanya karena kemampuan menarasikan sesuatu yang sesungguhnya tidak Wau, seakan-akan sesuatu yang Wau.
Sejak awal sebelum sidang perdana sengketa Pilpres di MK, 14/6/19, Tim Hukum Prabowo-Sandi sudah menjanjikan banyak kejutan yang Wau dalam persidangan, yang terjadi pada kenyataannya saat sidang mulai berlangsung, tidak ada yang luar biasa, hanya sebuah pertunjukan politik di panggung hukum.
Seperti pembicaraan penulis dengan seorang Advokad senior, Kamal Firdaus, yang juga Mantan Staf ahli Jaksa Agung, Abdurahman Saleh, pada Periode pertama Pemerintahan SBY, yang kebetulan Ikut mengamati proses persidangan berlangsung.