Ketika berhadapan dengan kepentingan dan kekuasaan, seseorang bisa lupa dengan komitmennya sendiri. Kata-kata filosofis bukanlah sekedar kata yang sekedar diucapkan, karena mencerminkan kepribadian yang mengucapkannya.
Dalam sebuah quote yang diciptakan Prabowo, dengan tegas dia mengatakan,
"Perjuangan Politik haruslah dilakukan dalam koridor Konstitusi. Harus dilakukan tanpa Kekerasan." ~ Prabowo Subianto.
Adakah kata-kata diatas sejalan dengan prilaku politik Prabowo saat ini, dimana secara terang-terangan dia sudah melanggar ucapannya sendiri, dia menolak hasil KPU, seperti yang dilansir Tribunews.com,Â
Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyatakan akan menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum ( KPU).
Sebab, Prabowo Subianto menganggap telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.
Apa yang terpikirkan oleh Prabowo saat mencalonkan diri sebagai Capres, apakah dia sudah siap menghadapi semua konsekuensi dari Konstitusi yang diterapkan dalam pemilihan Presiden.?
Sebagai Capres yang Ikut bertarung di Pilpres 2019, tidak ada alasan bagi Prabowo untuk tidak taat pada konstitusi. Mekanisme penentuan kemenangan bagi Capres yang Ikut bertarung ada ditangan KPU, sesuai dengan amanat UU Pemilu.
Pakar Hukum Tata Negara, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyebut tuduhan kecurangan tersebut wajib dibuktikan.
"Kalau kita menuduh ada kecurangan, kita wajib membuktikan kecurangan itu ada. Bukan orang lain yang menyanggahnya. Jadi harus kita yang membuktikan kecurangan itu," kata Yusril saat ditemui saat berbuka bersama di kediaman OSO, Jalan Karang Asem Utara, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2019).
Menurut Yusril, tindakan Prabowo dan kubunya yang menolak hasil penghitungan KPU serta menolak mengajukan protes melalui Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan memberikan pengaruh terhadap hasil pemilu tanggal 22 Mei mendatang.
Meraih kekuasaan dengan cara Inkonstitusional (People Power), hanya melahirkan kekuasaan yang tidak memiliki legitimasi, kekuasaan yang tidak legitimate hanya akan menciptakan kegaduhan nantinya.
Senada dengan Yusril, Pengamat hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan penolakan Prabowo Subianto atas hasil penghitungan suara KPU tidak akan memengaruhi apa-apa.
"Karena kita enggak bisa nolak-nolak di jalan, teriak. Yang memengaruhi itu tatkala penolakan itu dibawa ke forum yang sudah disepakati oleh negara. Itu yang disebut sengketa hasil pemilu di MK," ujar Zainal dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Dalam persidangan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) itulah, kata Zainal, bukti-bukti atas klaim kecurangan itu disampaikan.
Memaksakan kehendak dengan tindakan yang Inkonstitusional, bukanlah cara meraih kekuasaan yang legal dan konstitusional. Padahal jelas-jelas komitmen Prabowo dalam berpolitik, bukanlah diluar koridor Konstitusi, sesuai dengan apa Yang dikatakannya diatas.
Tekanan dan kepentingan apa yang mendasari Prabowo untuk menempuh jalur yang tidak sesuai dengan mekanisme Konstitusi, apakah hanya karena merasa sekaranglah saatnya mewujudkan harapan dan cita-citanya selama ini.?
Kalaupun harus begitu, harusnya dia konsekuen dengan komitmennya saat mendaftarkan diri sebagai Capres Di KPU, dan siap menerima semua konsekuensinya sesuai dengan peraturan dan Undang-Undang yang berlaku.
Tidak ada jalan lain bagi Prabowo selain dari membuktikan semua kecurangan yang dituduhkannya ke Mahkamah Konstitusi, karena itulah satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa tuduhannya tersebut benar atau tidaknya.
Sumber:
1. Detik.com
2. Antaranews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H