Adab Pemilu 2019 bisa dianalogikan dengan Adab Berpuasa, dimana waktunya berbuka Puasa ditandai dengan Beduk Maghrib, atau azan Maghrib. Sah tidaknya Puasa seseorang sesuai dengan Adab Berpuasa yang diberlakukan.
Begitu juga dengan Pemilu, Adab yang berlaku sesuai dengan aturan dan Undang-Undang yang berlaku. Seseorang dinyatakan sebagai Pemenang setelah hasil pengumuman dari KPU. Itulah kemenangan yang dianggap sah sesuai dengan aturan dan Undang-Undang yang berlaku.
Nah Prabowo dianalogikan seperti seseorang yang berbuka Puasa sebelum waktunya buka puasa tiba, alasan dia berbuka puasa hanya dikarena bisikan seseorang yang menganggap sudah waktunya buka Puasa, padahal dia belum lama sahur, hanya saja setelah sahur dia tertidur, begitu bangun dibisikan sudah waktunya berbuka puasa, tanpa melihat waktu diapun langsung berbuka.
Apakah bisa dianggap sah Puasa Prabowo.? Jelas tidak sah, karena dia berbuka puasa sebelum waktunya. Sama halnya dengan Prabowo Deklarasi sebagai Pemenang, hanya berdasarkan bisikan orang terdekatnya, bahwa dia sudah menang, padahal pengumuman secara resmi belumlah dikeluarkan KPU.
Apakah sah kemenangan Prabowo.? Jelas tidak, karena pengumuman tersebut hanya bersipat sepihak, tidak sesuai dengan Konstitusi yang berlaku. Inilah yang terjadi sekarang ini, klaim sepihak dijadikan acuan, dan minta diakui sebagai Pemenang.
Yang parahnya lagi, sudah mengakui sendiri sebagai pemenang, namun meminta kepada KPU untuk mendiskualifikasi lawannya, dengan berbagai alasan yang dianggap menjadi landasan KPU harus melakukan diskualifikasi, KPU ditekan oleh kekuatan Massa agar bisa memenuhi keinginan mereka.
Ini sebuah preseden buruk dalam sebuah proses demokrasi, jika hanya karena kekuatan massa proses Pemilihan yang konstitusional, bisa digagalkan oleh kekuatan massa. Artinya negara membuka peluanga demokrasi tidak ditegakkan hanya karena adanya kekuatan Massa.
Sebuah kekuasaan yang legitimate, haruslah diakui secara bersama, dan diperoleh melalui proses demokrasi yang sesuai dengan Konstitusi yang berlaku. Kekuasaan yang diperoleh secara inskonstitusional, bukanlah sebuah kekuasaan yang legitimate.
Kekuasaan yang tidak legitimate akan mempengaruhi penyelenggaraan negara, karena tidak diakui oleh seluruh masyarakat. Kekuasaan yang diperoleh atas dasar pemaksaan kehendak, adalah tindakan pemerkosaan terhadap proses demokrasi.