Hemas menyatakan, politik adu-domba itu memang sengaja dihembuskan di masa kampanye Pemilu, untuk mendongkrak elektabilitas salah satu pihak, tetapi hal itu telah menyebabkan masyarakat di tingkat grass-root terbawa arus.
Permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Hemas melakukan klarifikasi terkait pemberitaan dimedia, bahwa Kraton Yogyakarta berpihak kepada salah satu Capres. Itu merupakan politik adu domba yang dihembuskan ditahun politik.
Pada kenyataannya, kedua pasangan Capres diterima Sri Sultan HB X dengan terbuka. Persoalannya hanya, salah satu pihak kubu Capres mempublikasikan dimedia, sementara pihak yang lain tidak mempublikasikan pertemuan dan kunjungan pasangan Capres tersebut ke Kesultanan Yogyakarta.
"Semua diterima dengan baik, cuma masalahnya, ada salah satu pihak yang mempublikasikan, sementara pihak lain tidak dan mematuhi kehendak Ngarso Dalem (Sri Sultan HB X-red)," ucap GKR Hemas, Rabu (10/4/2019) malam.
Hemas bahkan menyatakan, kubu Prabowo Subianto cenderung menggunakan cara-cara yang tidak simpatik dan memanfaatkan foto-foto yang sengaja disebar secara viral. Sementara dari pihak Joko Widodo tidak melakukan hal tersebut.
Ternyata memang kalau cuma membaca pemberitaan dimedia, terkesan Sultan tidak netral, dan lebih cenderung mendukung kubu Prabowo-Sandi, padahal kalau dilihat dari penjelasan GKR Hemas, sangat jauh bedanya dengan apa yang diberitakan.
Mantan Presiden PKS, dan juga Mantan Ketua MPR, Hidayat Nurwahid pun dalam kampanye terbuka di Solo, Rabu (10/4) menyampaikan di depan massa kampanye bahwa Raja Yogyakarta hanya mau menerima Prabowo, sementara capres lain tidak.
Pemberitaan yang cenderung provokatif dan hoaks, mengatakan kalau Sri Sultan menolak kedatangan Jokowi, padahal pada kenyataannya, Jokowi dan Megawati diterima dengan baik oleh Sri Sultan. Seperti yang dijelaskan GKR.Hemas,
"Pak Jokowi datang dengan Bu Megawati dan diterima kok, jadi tidak ada yang berat sebelah. Kalau soal lokasi penerimaannya, ya karena Ngarso Dalem saat menerima Pak Prabowo dilakukan di Kantor Gubernur, Kepatihan, karena jadwal yang padat saja. Tidak ada motivasi membedakan, Pak Jokowi diterima di Kraton, sementara Pak Prabowo di Kepatihan," tegas Hemas.