Bagi Prabowo masa-masa menghadapi Pilpres adalah masa yang paling berat dalam hidupnya. Gimana tidak berat, dia harus tampil maksimal, dan mengemas dirinya menjadi sosok yang berbeda agar disukai orang-orang yang mendukungnya, juga bagi calon pemilihnya.
Menjadi sosok orang lain mungkin tidaklah sulit bagi Prabowo, apalagi menampilkan diri menjadi sosok Bung Karno, pastinya dia akan sanggup memerankannya. Namun ketika dia harus mengemas dirinya menjadi sosok yang lembut, penuh kasih sayang, jelas sangat bertentangan dengan karakter aslinya yang temperamental.
Inilah yang membuat Prabowo tersiksa selama masa Pilpres, Branding New Prabowo yang mengharuskan dirinya tampil penuh senyum, penuh kelembutan, dan tidak temperamental, sangat sulit diperankannya, sehingga satu, dua kali, karakter aslinya tetap muncul, kalau sudah begitu sulit bagi Prabowo untuk mengontrolnya.
Kasus video yang mempertontonkan Prabowo sedang marah-marah terhadap pihak keamanan, adalah contoh karakter asli Prabowo yang sesungguhnya. Seperti juga ketika dia marah-marah pada seorang ibu-ibu yang menggunakan cadar, yang dianggapnya sebagai intel.
Karakternya yang mudah meledak-ledak itu adalah sesuatu yang sulit untuk disembunyikannya. Tentulah hal yang seperti itu sangat menyiksanya. Satu sisi dia ingin mendapat simpati publik dari sikapnya yang manis dan lembut, namun disisi lain, dia merasakan apa yang dia lakukan adalah sesuatu yang sangat dia paksakan.
Kalau saja dia mau menjadi sosok yang apa adanya, seperti karakter sesungguhnya yang dia miliki, tentunya dia tidak akan tersiksa, dan tidak terbebani oleh hal-hal yang tidak patut dia lakukan.
Sesuatu yang dikemas pada akhirnya akan ketahuan juga isi yang sebenarnya. Banyak sekali orang yang tidak mampu menjadi dirinya sendiri, sehingga dia berpikir untuk menjadi orang lain agar disukai. Padahal sejatinya, dia tidak saja sedang membohongi orang lain, tapi dia juga sedang membohongi dirinya sendiri.
Banyak pemimpin yang sukses karena dia menjadi dirinya sendiri. Seorang pemimpin yang berkarakter, karena dia mampu menjadi dirinya sendiri. Buat apa menjadi orang lain, kalau akhirnya orang-orang yang mengagumi kita, karena kita dilihat sebagai sosok orang lain, bukanlah sosok diri kita sendiri.
Donald Trump memiliki karakter yang kuat sebagai seorang pemimpin. Kim Jong Un juga begitu, begitu juga Soekarno, dan Soeharto. Mereka pemimpin yang mampu menjadi diri mereka sendiri, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, tidak ada yang mereka sembunyikan dari publik, bahkan segala kelemahannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H