Kata Pertama yang penulis katakan adalah "Menyeramkan," seandainya Politik itu hanya soal Menang atau Kalah, bukan lagi soal baik atau buruk. Itulah Mindset yang difahami Prabowo dalam berpolitik, sehingga tidak aneh kalau pada akhirnya dia tidak lagi mempersoalkan moral dalam berpolitik.
Tidak aneh juga kalau dia memiliki faham berpolitik seperti itu, karena latar belakang dia dan mindset-nya memang sangat dipengaruhi budaya Barat. Sementara dalam budaya Indonesia, para founding fathers mengajarkan faham berpolitik yang baik, sesuai dengan tuntunan moral agama.
Indonesia sebagai negara yang penduduknya menganut Agama Islam secara mayoritas, tentunya yang menjadi pedoman dalam berpolitik tetaplah moral secara Islam. Politik kalau hanya bersendikan menang atau kalah, maka yang terjadi adalah berpolitik yang menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan.
Prabowo Subianto, mengatakan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang baik telah menghasilkan tradisi turun-menurun untuk mengajarkan apa yang benar dan salah dalam sistem pendidikannya. Menurut dia, ajaran yang demikian tidak berlaku bagi bangsa-bangsa tertentu.
"Bangsa-bangsa tertentu tidak mengajarkan right or wrong (benar atau salah), bangsa-bangsa tertentu mengajarkan win or lose (menang atau kalah). Yang penting kau menang bagaimana caranya," kata Prabowo dalam pidatonya di Rakernas Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Pondok Pesantren Minhajurrosyidin, Jakarta, Kamis 11 Oktober 2018.(Tempo.co)
Pemikiran seperti ini jika tertanam dalam jiwa politisi Indonesia secara umum, bisa dibayangkan seperti apa orientasi Politisi pada umumnya dalam berpolitik, jelas sangat menyeramkan. Tidak selalu pemikiran orang-orang dunia Barat itu patut diadobsi, tetap harus disaring dan diselaraskan dengan pola hidup berpolitik yang sesuai dengan tradisi kita sendiri.
Meraih kemenangan dengan segala Cara, adalah jelas cara-cara yang bertentangan dengan norma dan moral yang kita anut. Para pendiri bangsa ini mewariskan tradisi Politik yang cukup baik, dan itu tidak perlu dirusak hanya karena ambisi terhadap Kekuasaan. Kekuasaan dan jabatan itu adalah Amanah, sesuatu yang diberikan, bukanlah sesuatu yang didapat dengan Cara direbut.
Begitulah Norma berpolitik sesungguhnya, tetap berlandaskan moral yang baik, bukan cuma soal Menang atau Kalah. Tidak serta merta apa yang dikatakan Prabowo itu harus diikuti. Sebagai masyarakat yang melek Politik, dan memiliki pendidikan, tetaplah harus mencerna apa yang baik, dan apa yang buruk. Juga harus bisa melihat, apa yang pantas, dan apa yang tidak pantas untuk tidak diadobsi.
Untuk mendukung argumen itu, Prabowo menganalogikan pada seseorang yang hendak mendalami bidang politik. Menurut dia, seseorang yang hendak mendalami bidang politik dengan masuk fakultas ilmu politik sebuah universitas akan kesulitan terpilih menjadi wakil rakyat (legislatif). "Ilmu menang di legislatif itu bukan ilmu salah dan benar, ilmunya adalah menang atau kalah," ujarnya.
Analoginya diatas tidak sepenuhnya benar, karena tidak semua kasusnya seperti itu, tidak semua yang terpilih sebagai Legislatif itu karena soal Menang dan kalah, tapi  karena fasilitas politik dan moral yang baik.
Jadi wajar, kalau pada masanya dulu Prabowo merasa dikucilkan oleh elit politik, Â karena pemikiran dan sikap kritisnya dianggap berbahaya bagi penguasa. Prabowo merasa dikucilkan para elit Politik dimasa lalu, sehingga dia merasa banyak pemikirannya yang tidak bisa disalurkan. Di Era media sosial, barulah dia bisa menyalurkan pemikirannya lewat tulisan-tulisannya.