Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Memilih "Orang Terhormat" di Pilpres 2019

25 September 2018   22:37 Diperbarui: 26 September 2018   18:15 4037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontestasi Presiden 2019 yang Akan datang, sesungguhnya kita bukan cuma memilih Presiden dan Wakil Presiden, tapi juga memilih sosok pemimpin yang dihormati, yang dihargai sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya, bukan karena jabatannya. Tentang hal tersebut, Pramoedya Ananta toer punya penilaian tentang siapa yang disebut Orang Terhormat.

Orang Amerika punya anggapan, orang terhormat adalah mendapatkan sukses dalam hidupnya, entah dibidang perdagangan, ilmu dan pengetahuan, industri, entahlah di bidang ketentaraan atau politik.

Orang Jepang punya anggapan, orang terhormat adalah yang mempunyai banyak sahabat. Orang Jawa dahulu punya anggapan yang lain lagi, orang yang terhormat adalah yang mempunyai kekuasaan atas sesamanya, yang menentukan hidup dan mati mereka, ini kata Pramudya Ananta toer.

Padahal predikat terhormat pada diri seseorang sebetulnya sangat sederhana, ketika seseorang banyak memberikan manfaat pada orang lain, maka dengan sendirinya dia akan mendapatkan predikat tersebut, dan predikat itu yang memberikannya Gelar Orang Terhormat.

Orang-orang yang menghormati karena jasa-jasanya, jadi bukanlah karena posisi, pangkat dan jabatannya, justeru kadang kala posisi, pangkat dan jabatan tidak memberikan kehormatan pada orang yang memilikinya, apabila dia salah dalam memanfaatkannya.

Kebanyakan dari pemimpin kita mengadaptasi dari anggapan orang yang berjiwa feodalistik, orang terhormat adalah orang yang mempunyai kekuasaan atas sesamanya, yang menentukan hidup dan mati mereka.

Pemaknaan seperti ini diterapkan dalam kehidupannnya, maka ketika dia berkuasa maka dia paksakan orang lain harus hormat kepadanya. Padahal dia sendiri tidak punya kehormatan atas kekuasaan tersebut. Hal ini dikarenakan prilaku yang buruk, korupsi, menindas sesama bahkan menzolimi orang-orang yang ada dibawahnya, inilah kekuasaan yang tidak memberikan kehormatan apa-apa.

Dalam konteks Plipres 2019 yang akan datang, kita harus memilih orang-orang yang Terhormat, orang yang memang patut dihormati dengan selayaknya. Kita tidak ingin terjebak memilih Pemimpin yang Gila Hormat.

Betapa banyak yang kita lihat Pemimpin yang gila hormat, salah sedikit saja aturan protokoler penyambutannya apa bila dia berkunjung kesuatu daerah/tempat, maka habislah bawahannya yang mengatur penyambutan tersebut.

Sikap seperti ini adalah warisan feodal yang terus dilestarikan oleh para pemimpin kita, orang-orang seperti ini, ketika dia sudah tidak memiliki kekuasaan lagi biasanya akan terkena penyakit Post Power syndrome, sudah tidak punya kekuasaan dan kehormatan tapi masih merasa berkuasa dan tetap minta dihormati.

Tidak memiliki rasa kebangsaan juga bisa membuat orang lain hilang rasa hormatnya pada kita, adanya rasa kebangsaan akan mempertegas sikap hidup dan membangun kehormatan dalam diri setiap orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun