[caption caption="Gambar : news.viva.co.id"][/caption]
Melalui artikel ini penulis ingin membahas pendapat Pakar hukum tata negara, Margarito tentang Reshuffle II Kabinet Kerja Jokowi, yang menurut penulis agak tendensius. Seperti yang dikatakannya pada media diCikini, Jakarta Pusat, Minggu, 15 November 2015.
"Baru berapa bulan sudah ganti lagi menteri-menteri, menterinya yang tidak mampu atau Presiden yang tidak mampu? Itu yang menjadi soal," kata Margarito.
Reshuffle kabinet adalah hal yang biasa terjadi disetiap kepemimpinan pemerintahan, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya reshuffle, selama kinerja para menteri kabinet dianggap belum bisa membantu program pemerintahan, maka memang perlu terjadi penggantian menteri, itu pun kalau sumber permasalahannya dari tidak efektifnya kinerja menteri yang memang harus diganti.
Yang menjadi persoalan adalah, jika menteri yang dipilih Jokowi sendiri ternyata tidak memiliki kompetensi dalam bidang pekerjaannya, maka barulah bisa dikatakan Jokowi yang tidak mampu dalam memilih pembantunya di kabinet. Tapi pada kenyataannya, tidak semua mentei kabinet adalah pilihan Jokowi, ada beberapa menteri yang merupakan titipan partai pendukung pemerintah, pada kenyataannya tidak mampu bekerja sama dengan presiden, yang seperti itu memang layak diganti.
Sebagai seorang pakar hukum tata negara, harusnya Margarito juga melihat soal reshuffle tersebut dari analisis perekrutan para menteri kabinet, karena memang Presiden Jokowi tidak bisa merekrut menteri sesuai dengan apa yang pernah dijanjikannya, yang mana Jokowi berkeinginan kabinet diisi oleh orang-orang yang profesional dibidangnya masing-masing, tapi kenyataannya tak semudah yang dibayangkan.
Kenyataan lain yang terlihat, bahwa Jokowi harus melakukan reshuffle dikarenakan banyaknya kepentingan dari luar pemerintahan yang mengintervensi. Kalau sudah demikian memang Jokowi juga harus bersiasat dalam memenuhi kepentingan tersebut. Tapi memang sejatinya reahuffle kabinet adalah hak prerogatif Presiden, jadi seberapa kuatpun tekanan dari luar, presiden harus menentukan sikap, apa pun keadaannya reshuffle kalau memang harus dilakukan semata untuk memperbaiki kinerja pemerintahan, bukanlah karena hal-hal diluar kepentingan tersebut.
Sumber berita :
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H