[caption caption="sumber foto : makassar.tribunews.com"][/caption]
"Gara-gara keluarga tak bisa bayar biaya ambulans, mayat bocah Masra Nurhidayah (7) warga Dusun Bontopannu, Desa Mattunrung Tellue, Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan terpaksa diangkut sepeda motor dari Puskesmas Lappadata ke kampungnya, Kamis (24/9/2015).
Pihak Puskesmas Lappadata, Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai memintai warga miskin biaya pengangkutan mayat Rp 800 ribu."
Begitulah kabar miris yang saya baca dari Media Online, bagaimana tidak miris, saat mayat bocah tersebùt dibawa pakai motor, sementara Ambulan Puskesmas berdiri angkuh digarasi, hanya karena bocah yang meninggal dari keluarga miskin yang tidak mampu membayar ambulan, padahal semasa kampanye Pilpres 2014, ambulan partai politik berseliweran mencari penumpang.
Kemana ambulan Partai Politik pasca kampanye Pilpres 2014? Bukankah hampir semua partai politik mencari simpati massa lewat pengadaan jasa ambulan, yang menang pun tidak lagi perlu mencari simpati, apa lagi yang kalah. Begitulah kenyataannya kalau semua kebaikan hanya diperlihatkan saat ada kepentingan, begitu semua kepentingan sudah tercapai, kepedulian pun dianggap selesai.
Kalau saja ambulan partai terus bisa dimanfaatkan jasanya tidak hanya dalam sekali lima tahun, mungkin kita tidak mendengar berita miris seperti diatas, tidak ada rakyat miskin yang tidak mendapatkan pelayanan ambulan. Tapi pada kenyataannya ambulan hanya dijadikan alat politik untuk meraih simpatisan, habis masa kampanye, maka habis pula pameran kebaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H