Atut dan Legislatut Banten
Jarang-jarang ada legislatif yang begitu sangat harmonis dengan eksekutifnya, karena secara fungsional harusnya legislatif akan cenderung lebih banyak menentang kebijakan eksekutif yang dianggap tidak pro-rakyat, tapi rupanya di Propinsi Banten ini Ratu Atut sebagai Gubernur (eksekutif), mampu mengendalikan legislatifnya sehingga hubungan antara eksekutif dan legislatifnya terkesan sangat harmonis, saking harmonisnya maka lembaga legislatif Banten ini dijuluki sebagai "Legislatut," mungkin bisa jadi maknanya legislatif itu dikuasai Atut.
Kalaulah demikian kenyataannya tentu ini merupakan sesuatu hal yang sangat mengkhawatirkan, karena dengan demikian fungsi legislatif yang sesunguhnya akan lumpuh. Fungsi pengawasan, fungsi legislasi dan fungsi anggaran yang diamanahkan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah merupakan fungsi kontrol, untuk mengontrol setiap kebijakan Kepala Daerah yang tidak sesuai dengan amanah konstitusi, berjalan atau tidaknya fungsi ini akan terlihat dari implementasi kebijakannya.
Lembaga Legislatif adalah merupakan representasi dari rakyat yang diwakilinya, artinya lembaga ini lebih sensitif dan memiliki kepekaan terhadap penderitaan rakyat yang diwakilinya, porsi tanggung jawabnya lebih besar pada menyerap aspirasi rakyat. Apakah selama ini DPRD Banten sudah bertindak dan berfungsi sesuai dengan amanat konstitusi, lantas kenapa DPRD Banten dianalogikan sebagai Legislatut, legislatif yang mengabdi pada Atut, adakah semua ini disebabkan oleh kentalnya hubungan Atut dengan Legislatif Banten.?
Seperti yang diberitakan oleh RepublikaOnLine : "Pengamat ekonomi politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Dahnil Anzar, mengatakan sikap pimpinan DPRD Banten semakin menunjukkan bahwa politisi di legislatif Banten sudah dikuasai oleh Atut. Mereka, kata Dahnil, mengabaikan fakta penting untuk memberikan keteladanan yang baik kepada publik."
Pernyataan ini tentunya terkait dengan kukuhnya DPRD Banten ingin mempertahan Ratu Atut untuk tetap memimpin Propinsi Banten, meskipun saat ini Atut sedang menjadi Tersangka dan dalam penahanan KPK. DPRD Banten menganggap tidak ada yang dilanggar dalam undang-undang sehingga tidak ada alasan kuat untuk mendorong Atut mengundurkan diri meski telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap Pemilukada Kabupaten Lebak, Banten.
Kalau melihat kondisi diatas, tentu sangat wajar kalau Legislatif di Banten disebut dengan Legislatut, padahal seharusnya legislatif Banten bisa menjaga perasaan masyarakat Banten yang selama ini kurang memperoleh kesejahteraan, dan legislatif Banten seharusnya bisa membujuk Ratu Atut untuk mengundurkan diri, meski pun secara konstitusional membolehkan Atut tetap menjabat selama dia belum ditetapkan sebagai terdakwa, namun secara morality bijaksananya Atut mundur dengan terhormat, demi kelancaran proses hukum dan kelancaran roda pemerintahan di Propinsi Banten.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H