Masuknya investasi asing ke dalam negeri adalah suatu bentuk upaya pemerintah untuk mengembangkan industri, khususnya industri perkebunan kelapa sawit, seperti beberapa tahun belakangan ini industri ini begitu berkembang dengan pesat baik di Sumatera maupun di Kalimantan. Diharapakan dengan adanya investasi di Industri perkebunan kelapa sawit ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat wilayah/daerah dimana investasi tersebut dilakukan. Namun pada kenyataannya yang menjadi kaya dari adanya investasi tersebut bukanlah masyarakat setempat, tapi pengusahanya, masyarakat tetap saja hanya sebagai buruh dari perkebunan tersebut.
Ada kekhawatiran yang sangat mendasar dari dampak investasi ini jika tidak bersifat win-win solution, artinya investor bagi hasil dengan masyarakat sebagai pemilik lahan, dan investor tetaplah hanya sebagai pemodal, sehingga tidak terjadi pengalihan hak kekayaan masyarakat pada pemodal asing. Pemerintah sebagai mediator antara investor dan masyarakat harus mengatur kontrak kerjasama sedemikian rupa, agar tidak tidak merugikan masyarakat juga negara. Dengan adanya kerjasama seperti ini sangat dimungkinkan masyarakat akan bisa meningkatkan kesejahteraannya.
Seperti yang Pernah dikatakan Mantan Presiden BJ Habibie pada peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni di Gedung MPR, Senayan, Beberapa bulan yang lalu.
"Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu negara ke negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus membeli jam kerja bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu "VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru," kata Habibie.
Memanglah adanya investor asing ini tidaklah salah, hanya saja memberikan otonomi yang berlebihan bagi mereka juga bisa membahayakan hak-hak masyarakat sebagai pemilik lahan. Pada kenyataan dilapangan banyak lahan yang dimiliki oleh masyarakat sudah berpindah tangan pada investor, sehingga banyak terjadi kasus perebutan lahan antara masyarakat dan pihak pengusaha atau investor. Berpindahnya kepemilikan lahan kepada investor inilah yang di khawatirkan Habibie sebagai bentuk VOC dengan baju baru. Lebih lanjut beliau mengatakan :
"Implementasi sila ke-5 untuk menghadapi globalisasi dalam makna neo-colnialism atau "VOC-baju baru" itu adalah bagaimana kita memperhatikan dan memperjuangkan "jam kerja" bagi rakyat Indonesia sendiri, dengan cara meningkatkan kesempatan kerja melalui berbagai kebijakan dan strategi yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat," tambah Habibie.
Apa yang disampaikan Habibie langsung mendapat respons positif dari SBY. Saat mendapat giliran pidato, SBY menyampaikan kesamaan pandangannya dengan Habibie dalam hal pengembalian kekayaan negara ke kantong sendiri. Dan SBY mengatakan akan melakukan Re-negosiasi kontrak dengan pihak asing, dan melakukan kontrak baru yang benar dan adil. Dan beliau juga berharap agar tidak lagi terjadi dimasa deoan.
Pernyataan SBY itu juga tidak hanya berhenti di situ. Dalam acara pemaparan laporan BPK tentang keuangan pemerintah, SBY kembali menegaskan pentingnya renegosiasi kontrak dengan pejabat asing.
Sumber :
http://forum.detik.com/habibie-sebut-voc-sby-minta-renegosiasi-kontrak-asing-t266425.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H