Oleh: Aji Muhammad Iqbal
Apa yang kita harapkan dari reformasi Polri pasca 1998, tampaknya belum sesuai ekspektasi. Ibarat kata, 'jauh panggang dari api'. Setelah lebih dari dua dekade reformasi Polri berjalan, dari tahun ke tahun polisi selalu mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Tagar #percumalaporpolisi #satuharisatuoknum #noviralnojustice yang ramai di media sosial, pertanda alarm krisis kepercayaan masyarakat. Sorotan tersebut muncul di tengah gonjang ganjing masyarakat yang kerap melihat indikasi praktik kekerasan oleh oknum kepolisian.Â
Juni lalu, Komisi Orang Hilang untuk Korban Kekerasan (Kontras) merilis laporan pada Hari Bhayangkara 2024. Dalam laporannya, Kontras mencatat sebanyak 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota kepolisian sepanjang Juli 2023-Juni 2024.Â
Dari data yang cukup mencengangkan itu, terdapat 759 korban luka dan 38 korbantewas. Jenis kekerasan dengan penembakan menempati urutan paling banyak, yaitu 464 peristiwa.Â
Selain itu, kasus terbaru, seorang polisi menembak siswa SMKN 4 Semarang bernama Gamma hingga meninggal dunia pada bulan November. Kasus tersebut menjadi deretan kasus polisi paling memilukan, jelang akhir tahun 2024.Â
Padahal, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo berkali-kali telah mengingatkan kepada anggotanya agar selalu menjaga kepercayaan publik. Namun dalam perjalanannya, tak henti-henti beragam kasus yang melibatkan polisi terus mencoreng wajah institusi ini.Â
Kasus-kasus pembunuhan hingga tindakan represif terhadap kebebasan sipil, merupakan gambaran bahwa kekerasan masih menjadi bagian dari pendekatan institusional. Lebih parah lagi, sering terjadi salah tangkap yang berdampak buruk bagi mereka yang tidak bersalah.
Melihat hal itu, tidak berlebihan jika akhir tahun 2024 ini menjadi semacam refleksi dan pengingat kepada aparat kepolisian untuk segera mereformasi diri. Gelombang desakan reformasi dari masyarakat sipil, akademisi, hingga aktivis menjadi sinyal bahwa Polri harus segera berubah.
Institusi ini harus kembali pada tujuan awalnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, bukan sebagai alat kekuasaan atau intimidasi. Tanpa reformasi yang serius, kepercayaan publik terhadap Polri akan semakin tergerus.