Mohon tunggu...
Aji Kusumo Ardi
Aji Kusumo Ardi Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswa Sekolah Tinggi kedinasan di Jakarta, mencoba belajar menulis, berkarya dan menjadi kuncup yang mampu hidup menghadapi terpaan angin.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

"Legal tapi tidak etis, atau etis tapi legal"

5 Oktober 2010   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:42 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah pernyataan yang di utarakan dosen etika profesi saya di saat mengajar. Etika dan legal suatu yang hampir sama tapi diranah yang berbeda, di satu sisi berhubungan dengan yuridis dan sisi lain berhubungan dengan moral. Moral dan hukum sama tapi berbeda. Sama seperti yang saya utarakan sebelumnya, belum tentu sesuatu yang sah di mata hukum itu bermoral atau dalam artian kita menjunjung tinggi hukum tapi di satu sisi belum bermoral, apalagi yang melanggar hukum. contohnya yang berhubungan dengan legal tapi tak bermoral adalah kasus yang dulu hangat-hangatnya anggota DPR melakukan kunjungan kerja di Afrika Selatan terkait dengan masalah kepramukaan. Menurut hukum itu legal tapi menurut etika, hal tersebut menyalahi, karena masalah (red:kepramukaan) bukan masalah yang mendesak. Banyak yang perlu di benahi yang merupakan kebutuhan mendesak saat ini, misalnya pembenahan infrastruktur jalan yang perlu dibenahi di jakarta, dan masalah terkait perkeretaapian yang sungguh mengenaskan.

Etika profesi, khususnya di instansi pemerintah perlu ditegakkan. Pegawai negeri yang bekerja di lingkungan instansi pemerintah khususnya, perlu mengaplikasikannya, walaupun suatu teori yang saya pelajari di bangku kuliah tidak segampang dalam pelaksanaannya. Misalkan saja dalam hal korupsi dan berbagai macam gratifikasi yang tentu ditawarkan oleh pihak-pihak tertentu. Korupsi adalah narkoba, sekali PNS atau aparat hukum yang menerimanya akan selalu dibayang-bayangi persaan cemas. Pertama kali, memang mereka (red: PNS dan aparat hukum) tidak meminta, tetapi kemudian saat menerimanya, mereka akan masuk ke dalam jaringan setan dan tentu daripada di laporkan, mereka pastinya akan memintanya karena memang sudah "kepalang tanggung". Bayangkan seorang PNS semisal golongan II C yang hidup di Jakarta berpenghasilan kira-kira 3,6 Juta, untuk menghidupi diri yang tidak dilandasi sikap sederhana dan "nerimo" akan selalu melakukan perbuatan untuk menambah pemasukkan sekalipun jika berkeluarga mendapat tambahan 2% dari gaji pokok.

Suatu Etika yang baik dalam pekerjaan pastinya membawa perasaan yang tenang pula dalam kesaharian walaupun didalam lingkungan tersebut bukan merupakan lingkungan yang baik. Tentunya banyak hambatan dalam menjalankannya. Baik dalam hal pengucilan dalam hal pekerjaan. Semua itu memang sulit, tapi apakah mau kita hidup tua dalam suatu keadaan yang mengerikan seperti hidup di penjara dalam keadaan sakit-sakitan.

Etika apapun harus ditegakkan, walaupun dalam perkataan yang ditanamkan dalam hati sangat gampang tapi dalam prakteknya terkadang sangat sulit.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun