Pemilu DKI Jakarta kali ini sangat2 menggelitik saya untuk menulis, bukan hanya karena pemilu ini diadakan di ibukota, pusat dari pemerintahan dan bisnis di Indonesia, bukan pula karena partai-partai yang ada di belakangnya, tapi lebih ke tokoh-tokoh yang maju dan kampanye yang telah berlangsung sampai saat ini (catat : “TOKOH’ bukan ‘PARTAI’), begitu serunya, intimidatif, sarat isu-isu sensitif, dan disinilah sumber terbaik pendidikan berpolitik.
Seperti Dejavu, sejenak ingatan saya kembali ke 4 tahun lalu, ketika pemilu presiden amerika saat itu menjadi perbincangan di dunia internasional. 2 tokoh dengan latar belakang berbeda maju untuk menjadi presiden ke-44 Amerika. Dari partai republic yang merupakan partai ‘incumbent’ maju sesosok ‘senior’ partai bernama john mc’cain. Dan dari kubu biru (partai democrat) majulah sosok berkulit hitam, yang dengan sengit akhirnya menang atas Hilary Clinton sebagai calon presiden dari partai democrat. Sosok yang penuh kontroversi sekaligus dikagumi itu bernama barrack Obama.
Dunia pun ‘tercekat’ bagaimana mungkin seseorang yang punya nama tengah sama dengan mantan presiden Iraq (Hussein = saddam Hussein), mempunyai ayah beragama islam, pernah tinggal dinegara dengan jumlah penduduk muslim terbesar didunia (Indonesia), dan yang paling sensasional ‘BERKULIT HITAM’ (tanpa bermaksud SARA), isu yang sangat sensitif bahkan di amerika sekalipun (anda ingat bagaimana marthin luther king dibunuh, karena karir politiknya ‘menanjak’?) bertarung untuk menjadi orang no 1 diamerika, sekaligus mencetak sejarah sebagai presiden kulit hitam pertama di Negara adidaya?
Lalu apa hubungannya dengan PILKADA Jakarta? Apa kesamaan/persamaannya?
Berikut akan saya urai beberapa persamaannya :
1. Sama-sama mewakili kelompok usia yang berbeda, Obama (saat itu sekitar 46 tahun) mewakili kaum muda, mc’cain (71 tahun) mewakili masyarakat senior/veteran amerika, begitu pulajokowi yang dari iklan dan kampanyenya ‘tampak’ mewakili generasi muda Jakarta, dan sebaliknya ‘foke’ mewakili generasi senior Jakarta.
2. Konservatif vs Modern, Mc’cain mewakili golongan konservatif (sesuai dengan partai republic yang basisnya memang golongan kanan/konservatif), ide-idenya pun rata-rata konservatif, misalnya mengenai kelanjutan ‘pendudukan’ pasukan amerika di Iraq sampai dengan tahun 2013, sebaliknya Obama menilai bahwa pasukan amerika di Iraq dan Afghanistan harus segera ditarik, contoh lain mengenai penjara guatanamo, untuk Obama penjara ini harus ‘ditutup’ atau ‘dilunakkan’, sebaliknya mc’cain menyatakan tidak masalah. Begitu pula foke vs jokowi, foke misalnya menilai bahwa angkutan-angkutan kecil sedikit demi sedikit harus di kurangi,dan menekankan keislaman sedangkan jokowi lebih menyorot system yang harus dibenahi dan menekankan perubahan.
3. Strategi kampanye dan isu SARA, masih kita ingat bagaimana Obama diserang habis-habisan ‘hanya’ karena berkuliit hitam dan mempunyai latar belakang erat dengan islam, begitu pula jokowi, latar belakang keluarga dan terutama wakilnya (yang kebetulan non-muslim) menjadi bulan-bulanan timses foke-nara (saya tekankan ‘TIMSES’nya, bukan ‘CALON’ nya), selain itu strategi kampanye Obama yang modern dan menyasar social media sebagai basis (facebook dan twitter saat itu) seakan-akan di ‘copy-cat’ oleh timses jokowi dengan gencar-gencaran ‘bertarung’ di dunia maya, alih-alih memasang banyak pamflet atau spanduk seperti yang dilakukan timses (tim sukses) foke-nara.
4. Simpatisan vs relawan, di pemilu amerika lalu kita melihat fenomena baru seiring kemajuan teknologi, bagaimana seorang calon presiden (dalam hal ini Obama) didukung oleh banyak relawan di dunia maya (biasa kita sebut netizen), orang-orang ini mendukung tanpa dibayar, dan dengan inisiatif sendiri walaupun buruknya terkadang terlalu berlebihan. Berbeda dengan SIMPATISAN yang lebih bersifat pasif, yang mengiyakan, yang mendukung apapun yang ‘atas’ amanahkan, atas dasar keluarga, suku, ataupun agama (atau lebih tepatnya saya sebut ‘PARTAI’), relawan cenderung bertindak dengan inisiatif sendiri, mengikuti pola/patern atau slogan-slogan yang menjadi ciri khas tersendiri kemudian dengan konsisten menyebarkan selama masa kampanye. Simpatisan yang lebih lekat dengan partai vs relawan yang lebih ‘lekat’ dengan individual/kelompok-kelompok indie. Foke vs jokowi = simpatisan vs relawan.
5. Change vs experience, nah ini yang aneh bin kebetulan menurut saya sebenarnya, yang menjadi benang merah sehingga saya menggali lebih dalam kampanye kedua ‘election’ dari belahan dunia yang berbeda ini. Obama sangat kental dengan slogannya ‘change’, yang berarti ‘perubahan’ mirip esensinya dengan slogan ‘jakarta baru’ yang diusung jokowi-ahok. Sebaliknya slogan ‘experience’ yang di usung john mc’cain sangat mirip dengan slogan ‘serahkan kepada yang berpengalaman’ yang di usung tim jokowi-nara. Buat saya change vs experience ini sama artinya dengan ‘optimis’ vs ‘realistis’. Optimis sebagaimana halnya yang sering jokowi – Obama sebutkan dan ‘tampilkan’ dalam kampanyenya, realistis seperti halnya tonggak pemikiran yang melandasi visi dan misi foke dan mc’cain.
Trus apa maksudnya saya membanding-bandingkan kedua election yang berbeda ini? Jokowi bakal menang karena ‘mirip’ dengan Obama? Nah disinilah menariknya… jawabannya ‘BUKAN’.
Perlu anda ketahui, saya menulis ini dengan menyingkirkan ego saya sebagai pribadi, ego saya yang sebenarnya bukan penduduk Jakarta tapi merasa peduli, ego saya yang sebelumnya lebih condong kepada salah satu calon kemudian saya ‘geser’ untuk lebih peduli kepada masa depan Jakarta, ‘future’ buka ‘past’, objektif bukan subjektif.
Pelan-pelan saya merasa muak dengan segala sifat berlebihan yang ditunjukkan timses/simpatisan/relawan masing-masing calon. Yang semakin hari saya rasa terlalu lebay (seperti poin no 4 diatas) menyanjung kandidat yang dipilih dan menjelek-jelekkan kandidat yang berseberangan. Dan parahnya semakin hari tweet war dan debat kusir semakin sering dan menjurus ke arah-arah yang tidak pantas. Saya rasa kita telah salah mengintepretasikan ‘democratic opportunity’ yang sudah ada didepan mata, opportunity untuk mengupgrade pendidikan berpolitik kita. Harusnya yang terjadi sebelum memilih (walaupun saya tidak memilih) adalah : meng-compare kelebihan masing-masing calon beserta kekurangannya, kemudian menganalisis, dan membuat kesimpulan. Saya rasa hal ini yang selayaknya SEKARANG kita laksanakan, hentikan segala bentuk intimidatif, fitnah, dan energi-energi negative yang tidak pantas. Tenangkan diri, dinginkan kepala, berpikiran sehat, istikharah (untuk yang muslim), kemudian pilih!
Untuk itu sebelum memilih ada baiknya kita napak tilas prestasi dan kelemahan masing-masing kandidat
Jokowi-Ahok
Kelebihan :
- Berasal dari golongan generasi muda dengan pemikiran-pemikiran baru,berani mendobrak iklim demokrasi yang ada, modern.
- Peduli pada golongan kecil, hal ini ditunjukkan dari basis massa dan strategi kampanye yang lebih menyosor kampung-kampung.
- Peduli dan terbukti menyelesaikan masalah-masalah tata kota, pelayanan, kinerja.
- Akuntabel dalam pengelolaan keuangan daerah.
- SEDERHANA, saya rasa ini yang menjadi kekuatan utama jokowi, semua hal yang tampaknya rumit terbukti bisa dibuat terlihat sederhana, dan memang terbukti berhasil disederhanakan. Mungkin banyak yang meragukan (termasuk anda mungkin) tapi justru keraguan dari orang-orang itu yang jadi sumber ‘motivasi’ jokowi-ahok selama ini.
- Optimis, saya rasa semua hal tidak akan pernah terjadi kalau kita tidak optimis, segala hal yang tidak mungkin bisa semuanya menjadi mungkin, percaya dulu masalah bagaimana kemudian.
Kekurangan :
- Masih terlalu muda dan kurang berpengalaman dibandingkan dengan Foke
- Belum pernah masuk ke scope yang lebih luas dan rumit (kota tidak sama dengan provinsi)
- Didukung minoritas partai sehingga rawan terjadi class denga DPRD
- Belum bisa masuk kelingkungan etnis formal betawi dijakarta.
FOKE-NARA
Kelebihan :
- Mempunyai basis dukungan mayoritas parpol
- Berasal dari suku pribumi
- Berpengalaman karena sudah pernah menjabat selama satu periode.
- Terbukti mampu mengangkat akuntabilitas keuangan provinsi
- Realistis, dengan segala pengalaman yang ada, jadi sedikit lebih banyak mengetahui realita yang telah terjadi.
- Dekat dengan pemerintah karena didukung oleh partai yang berkuasa
Kelemahan :
- Kurang didukung generasi muda
- Intimidatif dalam berkampanye (anda bisa lihat di debat public)
- Terkesan otoriter dan tidak mau dibantah
- Kurang dekat dengan minoritas Jakarta
(Saya sengaja tidak memasukkan indikator positif/negatif yang memuat tokoh-tokoh dibelakangnya, toh semua memiliki tokoh dibelakangnya bukan? Tokoh-tokoh kuat, tidak hanya prabowo ataupun SBY, tapi tokoh-tokoh ‘underground’ lain yang menjadi basis kekuatan, dan tentunya kepentingan, keduanya SAMA)
Semuanya punya kelebihan dan kekurangan bukan?(saya hanya meresume kelebihan dan kekurangan, untuk lebih lengkapnya mengenai prestasi dan kekurangan masing-maisng calon anda bisa cari di google)
Kembali lagi ke Pemilu amerika, disana Obama menang dengan selisih suara kurang dari 10 % (tepatnya 7,2 %), hal ini menunjukkan bukan hanya ketat tapi kedua kandidat punya ‘sesuatu’ yang diharapkan amerika. Dan walaupun kalah akhirnya mc’cain mau ‘legowo’ dan mengucapkan selamat kepada Obama, alih-alih menggugat panitia dan menuduh pihak lawan telah melakukan kecurangan (seperti yang sering terjadi di Indonesia).
Hal yang sama saya harapkan dari PEMILUKADA DKI Jakarta ini, mudah-mudahan siapapun yang menang bisa memenuhi janjinya, saya rasa masyarakat Jakarta dan saya yang bukan penduduk Jakarta mengharapkan pemilukada ini berakhir damai. Sehingga nantinya Evolusi Jakarta menuju arah yang positif dapat SEGERA dilaksanakan…
For the ‘FUTURE’ not the ‘PAST’…….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H