Perjalanan mudik lebaran 2013 ke kampung orang tuaku di Candirejo – Borobudur (ecotourism village) tahun ini sangat spesial buatku, walaupun aku pulang sendiri (kembali menjadi bujangan) menggunakan jasa bus Putra Remaja karena pertimbangan kemacetan dan kami baru saja mengadopsi anak laki-laki sebagai putra kami yang kedua dan baru berumur 1,5 tahun serta membawakan 12 bibit nangka cempedak yang akan di tanam di kebon bapakku dipinggir aliran gabungan kali progo-elo.
Banjir lahar dingin dari gunung Merapi walaupun menimbulkan cukup besar kerugian tetapi juga memberikan berkah tiban bagi sebagian orang, kebon bapakku di jambon bertambah luas akibat delta sungainya tertutup pasir dan tanah lumpur menyatu dengan kebon kami yang berada 1 km sebelum tempuran pertemuan sungai Progo-Elo dengan kali Pabelan dan kali Sileng. Jadi lumayanlah buat olah raga dan kesibukan menanam palawija untuk mengisi waktu setelah 21 tahun lalu purnawirawan bintara dari dinas peralatan dan amunisi Akademi Militer.
Sambil menemani bapak dan mbak Ning berkebun, dari pinggir delta pinggir kebon kami dekat kedung Wiyu aku coba memancing dengan teknik casting siapa tahu ada ikan yang nyamber, katanya sih banyak ikan beyong, ikan lele, ikan melem/wader, ikan mas dan tombronya ada yang jumbo lho.
Kesokan harinya di temeni kakak tertuaku, mas Totok, kami memancing di deket kebon kakekku dulu di kedung jati seberang desa Santan, pas kami datang sudah ada 8 orang sedang asyik mancing kemudian nyusul 3 orang melakukan diving memanah ikan beyong atau dikenal sebagai ikan baung kalau di Lampung. Penyelamnya profesional lho, mereka dapat 6 ekor beyong setelah menyelam selama 2 jam, justru umumnya mereka yang hobby memancing dan diving memanah ikan berasal dari luar desaku.
Enam tahun lamanya aku meninggalkan momen sholat Idul fitri bersama brayat (keluarga besar) dusun Sangen, banyak famili yang pangling denganku yang saat ini mengalami perubahan postur tubuh lebih besar dan gemuk.
Selepas melaksanakan sholat Idul Fitri dan bersalam-salaman, kami beramah tamah duduk bersila bersama di serambi masjid sambil bersiap-siap menyantap hidangan ala ndeso yang telah di bawa oleh masing-masing penduduk. Ada sayur mangut beong, lentho (bakwan sebesar kelereng terbuat dari santan kelapa dan tepung beras), peyek pethek (ikan asin) mie goreng, urap, bacem tahu dan tempe serta sayur krecek (jangek/kerupuk kulit) pedas kesukaanku. Masakan tradisional terlezat yang membuat lidahku selalu kangen, karena tahun depan genap 20 tahun aku meninggalkan kampung halamanku di Magelang menimba ilmu hampir di sebagian pelosok tanah Jawa dan bekerja dari ujung ke ujung pulau Sumatera, sampai akhirnya menetap di Bandar Lampung.