Mohon tunggu...
Prasetyo Aji Bon Gembul
Prasetyo Aji Bon Gembul Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manager

Alumni SMAN 1 Gladiool Magelang'94; STAN/Prodip Penilai'97; UGM Manajemen Penilaian Properti'02; UNILA Magister Manajemen '15. Hobi menyalurkan OPINI, KULINER & TRAVELLING lewat tulisan. Artikel yang telah dipublikasikan:\r\n8. Pemanfaatan data internal & eksternal untuk menghitung omzet & nilai dasar tanah areal produktif kelapa sawit (hal.18). Jakarta: Majalah Berita Pajak, No.14/XLV/Oktober 2012;\r\n7. Renungan Hati (kumpulan artikel Berbagi Kisah & Harapan, Perjalanan Modernisasi DJP: hal.135). Jkt: Tim Dokumentasi Perpajakan, DJP, Okt 2009;\r\n6. Realestat Walet, Perlukah Dilakukan Intensifikasi Pajak? (02). Jkt: MBP, No.1480, Thn XXXVI, 1 Des;\r\n5. NJOP Bangunan Budi Daya Walet, Sudah Wajarkah? (01). Jkt: Jurnal Survei dan Penilaian Properti, Vol24, Apr;\r\n4. Nilai Jual Kena Pajak Progresif Mengacu pada Nilai Bangunan per M2 (00). Jkt: MBP, No.1417 Thn XXXII, 15 Apr;\r\n3. Balance-Control Pemerintah Daerah terhadap Penerimaan dan Dasar Pengenaan BPHTB(99). Jkt: MBP, No.1408, Thn XXXII, 1 Des;\r\n2. Sistem Acuan Penentuan Nilai Pasar Tanah (99). Jkt: Jurnal Survei dan Penilaian Properti, Vol.15, Jan;\r\n1. Tinjauan tentang Pengenaan PBB atas Satuan Rumah Susun, Apartemen dan Condominium (98), Jkt: Valuestate, Vol.11, Jan;

Selanjutnya

Tutup

Money

Persyaratkan Tax Clearence untuk Perpanjangan Izin Usaha - Wujudkan Usaha Kecil dan Menengah Patuh Pajak

2 Desember 2014   03:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:17 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Effort ibarat buah durian, jika ingin segera menikmati belilah buahnya, jika akan menikmati untuk sebulan ke depan olahlah menjadi lempok, jika ingin berbagi dengan anak cucu tanamlah bizinya yang akan berbuah mulai 5 tahun kemudian secara berkelanjutan

Sesuai UUD 1945 pasal 23 ayat (2) bahwa “Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang”, dan sebagaimana amanat Tridharma Perpajakan yaitu: 1) Seluruh Wajib Pajak Terdaftar; 2) Seluruh Objek Pajak dipajaki; dan 3) Pelaksanaan kewajiban perpajakan tepat waktu dan tepat jumlah.

Kondisi Empiris Kepatuhan Wajib Pajak Tahun 2013

Data jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar dan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pembayaran pajak adalah sebagai berikut :

14174403811840028818
14174403811840028818
Sumber data :Realisasi penerimaan Perpajakan – DJP dan MPN (Benny FT)

Kecilnya kontribusi penerimaan pajak dari Wajib Pajak Orang pribadi di tahun 2011 dan 2012 hanya sebesar 9,43 % dan 9,98 % dari total penerimaan pajak serta rendahnya persentase Wajib Pajak OP yang melakukankan pembayaran dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak OP terdaftar yang hanya 12,36 % ditahun 2011 dan 10,88 % ditahun pajak 2012 mengundang banyak pertanyaan dan mencoba untuk menggali lebih dalam mengenai potensi, apalagi apabila dibandingkan dengan data pembanding yang diperoleh DJP dimana terjadi peningkatan yang cukup signifikan di simpanan bank baik berupa giro, tabungan dan deposito Wajib Pajak OP (sumber: data simpanan LPS).

Perlambatan kinerja berbagai sektor ekonomi ternyata membuat kinerja penerimaan pajak merosot. Untuk mengompensasi penurunan penerimaan pajak di sejumlah sektor ekonomi ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengalihkan fokus penerimaan pajak dari pajak pertambahan nilai (PPN) industri ke pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, terutama PPh orang pribadi non karyawan(bisniskeuangan.kompas.com).

Mereka yang termasuk dalam kategori wajib pajak bukan pegawai atau non karyawan ialah tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, seniman lainnya, olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator, pengarang, peneliti, dan penerjemah; pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; petugas penjaja barang dagangan; distributor multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya.

Data DJP menyebut, per 20 Juni 2014, penerimaan pajak dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan hanya Rp 7,96 triliun, tumbuh minus 4,02 persen dari periode yang sama 2013. Sedang penerimaan pajak dari sektor pertambangan dan penggalian hanya  Rp 29,45 triliun(merosot 1,02 persen dari periode yang sama tahun lalu). Catatan saja, pada 2013, realisasi penerimaan PPh orang pribadi non karyawan Rp 4,2 triliun. Sementara realisasi penerimaan PPh orang pribadi yang berstatus karyawan mencapai Rp 100 triliun. Tahun ini, DJP menargetkan penerimaan pajak PPh non karyawan Rp 7,4 triliun.

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang mengatur tentang PPh atas penghasilan dari usaha Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun; tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang).

Niat pemerintah memberlakukan aturan pajak 1% agar UKM punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan menjadi lebih terjangkau akses perbankan (bankable). Jika UKM mau buka lima cabang atau outlet di pusat belanja atau di manapun, bisa pinjam kredit ke bank. Seluruh perbankan akan menanyakan soal pajak bila UKM berniat memperoleh kredit atau pinjaman sebagai modal kerja. Dan dengan pajak, kredibilitas UKM di mata perbankan bakal meningkat.

Siapa yang Tidak Dikenai Pajak Berdasarkan PP 46 Tahun 2013? (Non Subjek Pajak)

Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnyapedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki-limadansejenisnya.

Pemerintah tengah merancang sistem perizinan satu lembar untuk usaha mikro dan informal. Ini dilakukan untuk menghindari tindakan pungutan liar yang kerap terjadi dilingkungan investasi. Menko perekonomian mengatakan, dengan adanya perizinan satu lembar tersebut usaha mikro dan informal tidak lagi memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sehingga izinnya hanya akan diproses di tingkat kecamatan (Petrus Paulus Lelyemin-okezone.com).

Sewajarnya batasan peredaran bruto/omzet terendah dikenai pajak berdasarkanPP 46 Tahun 2013 perlu ditetapkan agar usaha mikro tidak wajib memiliki NPWP, sebagai contoh:peredaran bruto/omzet Rp 500 ribu per hari atau (Rp 180 juta per tahun, jika profit 20%, maka diperoleh profit setahun Rp 36 juta kategori usaha mikro) besarnya PPh Final per bulan Rp 150 ribu. Nilai peredaran bruto/omzet Rp 500 ribu per hari,saat ini, oleh sebagian pemerintah kabupaten/kota digunakan sebagai dasar pengenaan terendah perhitungan besarnya pajak restoran.

Perpanjangan Izin Usaha

Ada beberapa persyaratan yangharus dipenuhi dalam memperpanjang maupun membuat izin usaha baru. Setelah mengisi formulir pendaftaran, pengguna usaha dapatmelampirkan:


  1. fotokopi KTP direktur/penanggung jawab/pemilik usaha yangmasih berlaku,
  2. fotokopi NPWP (bagiyang telah memenuhikriteria wajib pajak),
  3. fotokopi lunas PBB tahun berjalan,
  4. fotokopi izin gangguan HO), dan
  5. fotokopi tanda daftar perusahaan (TDP).
  6. fotokopi akta pendirian perusahaan danperubahannya;
  7. fotokopi pengesahan badan hukum perseroan dari kementerian hukum dan HAM; serta
  8. fotokopi pengesahan akta pendirian koperasi dari menteri koperasi dan usaha kecil menengah.

Mengurus izin ini tidak dipungutbiaya.Namun, jika seseorang inginmembuat· izin usaha, harus dilihatinvestasinya. Di mana, SIUP itu terdiriatas:


  1. SIUP mikro denqan investasi sebesar Rp O–Rp 50 juta;
  2. Perusahaan kecil (PK) dengan investasi antara Rp 50 juta–Rp 500 juta;
  3. Perusahaan menengah '(PM) dengan investasi antara Rp 500 juta-Rp 10 milliar dan
  4. Perusahaan besar (PB) dengan investasi di atas Rp 10 miliar.

Standar waktu penerbitan sekitarlima hari kerja sudah jadi dan masaberlaku izinnya sampai lima tahun.Untuk membuat izin usaha, proseduryang harus dijalani adalah seseorangdatang ke kantor BPMP. Setelahmenerima formulir izin, permohonan mengisi formulir permohonan danmelengkapi persyaratan. Setelah itu, petugas memverifikasimemeriksa kelengkapan berkas;berkas permohonan diproses dandipelajari; serta permohonan izin yangdibahas oleh timteknis perizinan.Jikapembahasan selesai, dilakukanpenetapan retribusi (Kepala BPMP Bandar Lampung).

Pemerintah Harus Punya Kemampuan untuk Verifikasi Kebenaran

Tools agar pengawasan kepatuhan wajib pajak kategori perusahaan kecil dan menengah (PP 46 Tahun 2013) dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah melalui kebijakan bersama:


  1. Pendaftaran baru surat izin usaha (selain perusahaan mikro denqan investasisebesar Rp O – Rp50 juta atau omzet kurang dari Rp 500.000 per hari), persyaratan NPWP perlu divalidasioleh DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (standar waktu 1 hari kerja).
  2. Surat Keterangan Fiskal(Tax Clearence) sebagai persyaratan wajib dalam perpajangan surat izin usaha (SIUP, TDP, pertambangan, perkebunan) untuk meningkatkan penerimaan PPh UKM (selain perusahaan mikro denqan investasi sebesar Rp O–Rp 50 juta atau omzet kurang dari Rp 500.000 per hari) yang dilakukan oleh Wajib Pajak setiap 5 tahun sekali.
  3. Surat Keterangan Fiskal (Tax Clearence ) adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang berisi keterangan mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa pajak dan tahun pajak tertentu (Perdirjen PajakNomor: Per - 44/PJ/2013). Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan Fiskal untuk Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan Wajib Pajak secara lengkap.
  4. Perlunya merevisi PP No. 55 Tahun 2005, pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa “Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% (dua puluh persen)”, menjadi“Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN (Pasal 25/29 dan PPh Final OPDN), PPh Pasal 21 dan PPN Kegiatan Membangun Sendiri dibagikan kepada daerah sebesar 40% (empat puluh persen).
  5. Penambahan dana bagi hasil pajak dari sektor Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri akan sangat penting dan efektif untuk meningkatkan penerimaan PPN KMS karena pembangunan objek pajak (yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha danluas keseluruhan paling sedikit 200m 2 (dua ratus meter persegi)) sangat tergantung kepada penerbitan Izin Mendirikan Bangunan oleh pemerintah daerah. Penerbitan IMB seharusnya mempersyaratkan Wajib Pajak melampirkan Surat Setoran PPN KMS (PMK No. 163/PMK.03/2012). Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
  6. Revenue sharing pajak kepada daerah sebesar 40% (empat puluh persen)dapat digunakan sebagai instrumen dalam menentukan besarnya Dana Alokasi Khusus kepada daerah (misalnya provinsi yang memperoleh dana bagi hasil pajak lebih dari Rp 250 milyar per tahun dan kabupaten/kota yang memperoleh dana bagi hasil pajak lebih dari Rp 50 milyar pertahun jika perlu tidak dialokasikan DAK).


Sinergi antara Direktorat Jenderal Pajak (Pemerintah Pusat) dan Pemerintah Daerah tentunya akan membawa konsekuensi positif dalam mengantisipasi resiko fiskal dengan meningkatkan jumlah dana bagi hasil pajak. Sebagaimana Permenkeu RI No: 202/PMK.07/2013, pasal 4 ayat (1) Perkiraan alokasi DBH PPh WP OPDN dan PPh Pasal 21 Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp 24.836.068.276.800 (dua puluh empat triliun delapan ratus tiga puluh enam miliar enam puluh delapan juta dua ratus tujuh puluh enam ribu delapan ratus rupiah). Risiko fiskal adalah segala sesuatu yang di masa mendatang dapat menimbulkan tekanan fiskal terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah. Sumber risiko fiskal yaitu perubahan kondisi ekonomi makro (deviasi kondisi ekonomi makro dengan asumsi yang digunakan pada saat penyusunan APBN/APBD menyebabkan perbedaan realisasi penerimaan dan pengeluaran dalam APBN/APBD) dan kewajiban kontijensi (kewajiban kontijensi merupakan kewajiban yang timbulnya tergantung kepada suatu kejadian yang belum pasti terjadi).

Negara-negara yang berhasil menekan tingkat korupsi ketika menerapkan Desentralisasi Fiskal berdasarkanrata-rata dana desentralisasi dengan data fiskal anggaran pendapatan dan belanja pemerintah kabupaten/kota, propinsi dan pusat yang tersedia dalam Statistik Keuangan Pemerintah (Government Finance Statistic) periode 1980-1995 sebagai berikut:

1417439690798395623
1417439690798395623

Sumber: Raymond Fisman & Roberta Gatti (2000)

Indeks menurut ukuran ICRG: 6=tingkat korupsi terkecil; Indeks GCOR: 0=tingkat korupsi terkecil; Indeks WCO: 0= tingkat korupsi terkecil;Indeks korupsi menurut Global Competitiveness Survey (GCS): 7= tingkat korupsi terkecil. Survey dilakukakan kepada direksi3.000 perusahaan untuk memberikan rangking 1 s/d 7 persepsi mereka tentang pertemuan tidak resmi, pembayaran tambahan berhubungan dengan izin ekpor-impor, izin usaha, pengawasan bursa, perhitungan pajak, proteksi kebijakan atau hutang negara mereka.Indeks korupsi menurut Tranparency International (TI): 10= tingkat korupsi terkecil. Desentralisasi fiskal didefinisikan sebagai sharing anggaran pendapatan dan belanja pemerintah kota/kabupaten dan propvinsi dibagi dengan (APBN + APBD provinsi + APBD pemerintah kabupaten/kota).

Daftar Pustaka:


  1. Benny FT, Penggalian Potensi Pajak Orang Pribadi, Majalah BELA Pajak, Edisi IV Triwulan III, Bandar Lampung 2013.
  2. Bisniskeuangan.kompas.com,Genjot Penerimaan, Ditjen Pajak Bidik PPh Non Karyawan, Jakarta, Senin, 30 Juni 2014 | 11:47 WIB.
  3. Kepala BPMP Bandar Lampung, Perpanjang izin Usaha, Radar Lampung, Suara Pembaca hal 33, Selasa, 1 Juli 2014.
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Per-44/PJ/2013 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal dalam rangka Pengadaan Barang dan/atau jasa untuk Keperluan Instansi Pemerintah
  5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 163/PMK.03/2012 Tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
  7. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 202/PMK.07/2013 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Tahun Anggaran 2014.
  8. Petrus Paulus Lelyemin, Jurus Pemerintah atasi Pungli Investasi, Fiskal dan Moneter - Okezone.com, Jum’at, 18 Juli 2014 – 16.53 WIB
  9. Raymond Fisman & Roberta Gatti (2000), Decentralization and Corruption: Evidence across  Countries?, Columbia Business School and Development Research Group, The World Bank.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun