Mohon tunggu...
Ajie Buhron
Ajie Buhron Mohon Tunggu... -

Seorang yang telah lulus jurusan Hukum Internasional, yang menyukai hal-hal berkenaan dengan perkembangan dunia militer dan hubungan internasional, penikmat "video games", pecinta "super car", kini baru mendapatkan gelar "master" dalam bidang "International Law and Law of International Organization" dari salah satu Universitas Negeri di Belanda.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Apache, Chinook, Black Hawk, TNI AD Quo Vadis?

21 Februari 2013   00:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:58 2424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1361404022528399840

[caption id="attachment_228333" align="aligncenter" width="300" caption="AH-64D, sumber gambar: http://defense-studies.blogspot.nl/2012/09/us-agrees-to-sell-8-ah-64d-to-indonesia.html"][/caption]

Sebagaimana bidak catur, alutsista memiliki kemampuan yang berbeda antara satu dan lainnya. Kemampuan tersebut disesuaikan dengan peran yang diemban oleh bidak tersebut, dan dikarenakan adanya perbedaan kemampuan ini, maka tidak mungkin menggantikan satu jenis bidak catur dengan bidak lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada alutsista, pada dasarnya alutsista dan berbagai teknologi militer lainnya memiliki kemampuan yang berbeda, dan kemampuan tersebut ditentukan atau disesuaikan berdasarkan misi yang akan diemban.

Dalam komentarnya mengenai kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet, B.J Habibie menyatakan bahwa teknologi militer seperti pesawat tempur, mengedepankan “misi” dalam kriteria rancang bangunnya, karena teknologi militer dibangun dengan tujuan mencapai misi guna memenangkan pertempuran.[1] Dengan demikian maka “misi apa yang akan diemban suatu alutsista” harusnya menjadi hal dasar yang digunakan sebagai pertambangan dalam pembelian alutsista.

Apache”, “Chinook”, dan “Black Hawk” adalah tiga jenis alutsista yang berbeda, ketiga helikopter tersebut memiliki tujuan misi yang berbeda, kemampuan yang berbeda, spesifikasi yang berbeda, dan sayang-nya fungsinya tidak dapat saling menggantikan. Karena itu sungguh tidak tepat untuk membandingkan ketiga helikopter tersebut hanya sebatas dari segi spefikasi. Untuk menentukan helikopter mana yang yang sebaiknya dipilih oleh TNI AD, maka aspek “misi apa yang ingin dicapai penerbad agar TNI bisa memenangkan pertempuran” dan pilihan “fokus kemampuan angkut, serbu, atau kemampuan serang” harus dijadikan dasar pertimbangan.

Angkut, Serbu, Serang, Apa bedanya?

Sebagaimana yang telah disebutkan di paragraph sebelumnya, “Apache”, “Chinook”, dan “Black Hawk” adalah tiga jenis helicopter yang berbeda, dengan tujuan misi, kemampuan, dan spesifikasi yang berbeda. “Chinook” atau CH-47 adalah helicopter Angkut. Sebagaimana termuat pada situs Boeing, Chinook CH-47 D/F/G adalah heli angkut berat serba guna,[2] definisi “serba guna” di sini bukan berati helicopter ini bisa menjalankan peran helicopter lainnya, namun maksud “serba guna” disini adalah selain fungsi utama helicopter ini untuk keperluan angkut berat dalam suatu operasi militer; contohnya: keperluan angkut  pasukan, membawa artileri, hingga keperluan angkut "supply" di medan tempur, helicopter ini juga dapat difungsikan untuk keperluan sipil selain perang, seperti: evakuasi medis, penaggulangan bencana, hingga pemadam kebakaran.[3]

Sementara itu  sebagaimana termuat pada situs perusahaan Sikorsky, “Black Hawk” atau “UH-60M” dikategorikan sebagai heli “serba guna” atau “multi misi”.[4] Hal tersebut dikarenakan helicopter ini bisa dimodifikasi sesuai tuntutan misi. Dengan mengorbankan kemampuan angkut helicopter ini dan melengkapinya dengan perangkat senjata, helicopter ini dapat diubah menjadi varian bersenjata yang diberi nama “battle hawk”.[5] Dalam halaman berita pada situs yang sama, disebutkan bahwa helicopter ini menjadi pilihan angkatan bersenjata Swedia untuk melengkapi pasukannya yang tergabung pada koalisi ISAF di Afghanistan.[6] Fungsi yang akan diemban oleh helicopter ini di Afghanistan adalah untuk keperluan evakuasi, serba guna, dan SAR.[7] Helikopter dengan kemampuan angkut; yakni mengirim atau menjemput pasukan untuk  dan kargo untuk pada suatu area yang menjadi obyektif operasi militer inilah yang dikategorikan sebagai “heli serbu”.[8] Dengan kata lain, helikopter “serbu” adalah heli yang memiliki kemampuan untuk mengirimkan atau menjemput pasukan atau barang dari dan ke suatu wilayah operasi “tempur” atau wilayah yang bersifat “hostile”.

“Apache” atau “AH-64” merupakan helikopter “serang”. Situs perusahaan Boeing menyebutkan bahwa helicopter ini memiliki kemampuan untuk menemukan, menjejak dan kemudian menyerang sasaran, baik siang dan malam.[9] Kemampuan tersebut tentu merupakan aset yang penting bagi penebad (Penerbang Angkatan Darat) untuk mendukung gerak laju pasukan yang berada di bawahnya, terutama pasukan infanteri mekanis atau MBT (main battle tank) yang bergerak cepat di medan pertempuran. Pada situs yang sama, terdapat dua varian yang ditawarkan oleh Boeing, pertama adalah varian dasar “AH-64A”, varian ini sudah dilengkapi dengan perangkat penjejak sasaran beserta sensor penjejak untuk malam hari, dan dapat dipersenjatai dengan senjata presisi berpemandu laser, seperti rudal “hellfire”. [10] Varian lainnya adalah “AH-64D longbow”, pada varian terakhir, helicopter ini telah dilengkapi dengan penambahan perangkat “longbow” yang terdiri dari radar dan berbagai perangkat sensor, yang meningkatan kemampuan akurasi persenjataan untuk menjangkau sasaran yang lebih jauh, sekaligus memberikan kemampuan untuk mendeteksi sasaran (bergerak atau diam) dan mampu mengkalsifikasikan 128 ancaman yang berbeda, berikut menilai prioritas ancaman (sehingga pilot memutuskan dengan cepat mana sasaran yang harus diserang terlebih dahulu). [11] Selain itu, helicopter “AH-64D longbow” memiliki berbagai perangkat, sistem jaringan dan komunikasi digital, untuk meningkatan kemampuan mengenali kondisi dan situasi di sekelilingnya.[12] Penambahan perangkat tersebut juga memungkinkan untuk melaksanakan manajemen operasi militer pada medan tempur, serta mampu untuk memberikan informasi sasaran atau kondisi medan tempur secara “real-time” kepada komandan di medan perang.[13]

Dari ketiga pilihan tersebut, maka pilihan mana helicopter yang hedak diakuisisi TNI AD sebaiknya didasarkan pada pertimbangan “misi” dan “fokus” pembangunan kemampuan Penerbad. Apabila Penerbad akan ditugaskan untuk misi yang fungsi dan fokusnya adalah sebagai “sarana angkutan” tentu helicopter untuk keperluan “angkut” seperti Chinook adalah pilihan yang sesuai, sementara apabila Penerbad akan ditugaskan untuk mendukung operasi pasukan khusus, tentu helikopter “serbu” yang mampu mengirim dan menjemput pasukan dari wilayah tempur/hostile seperti Black Hawk adalah pilihan yang sesuai. Sebaliknya apabila Penerbad akan ditugaskan untuk mendukung dan difokuskan untuk kemampuan serang, tentu helicopter seperti Apache adalah pilihan yang tepat.

Sekarang pertanyaannya Quo Vadis TNI AD? Apa misi dan fokus pembangunan kekuatan TNI AD? Dalam hal ini ada beberapa dokumen yang bisa dijadikan patokan untuk menentukan "misi" dan "fokus" apa yang sebaiknya dikembangkan, yang akan di bahas pada bagian selanjutnya di bawah.

Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun