Mohon tunggu...
Ajib Purnawan
Ajib Purnawan Mohon Tunggu... -

Sejarah, kata Benedetto Croce yang dikutip Syafii Maarif, selalu kontemporer. Sejarah selalu bercerita berdasarkan data, sedangkan fakta sejarah merupakan rekonstruksi dari intrepretasi sumber (data). Jika tidak ada data yang otentik dan kredibel, maka itulah cerita mitos. Semua tidak pernah menghendaki jika kelak negeri kita menjadi mitos.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Massa dan Gerakan Pemuda

18 Agustus 2010   05:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:55 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan tanpa perjuangan dan sejarah. Bangsa Indonesia selalu berjuang keras untuk bisa mendirikan sebuah Negarayang bebas dari intervensi manapun.Setiap fase sejarah perjuangannya, bangsa ini selalu melibatkan pemuda.

Lihat saja sepak terjang semua tokoh kunci pergerakan nasional yang namanya silih berganti muncul di buku-buku bacaan sejarah. Nyaris seluruhnya adalah tokoh pers. Posisi mereka dalam struktur pers umumnya pemimpin redaksi atau paling rendah adalah redaktur.

Dalam usia yang relatif muda, Tirto Adhi Soerjo mendirikan Syarikat Priyayi dengan medianya Medan Priyayi. Dua tahun kemudian ia juga mendirikan Medan Muslimin. Tidak berhenti di situ, ia merupakan orang pertama negeri ini yang membuat Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Berkat jasa-jasanyaitu, beberapa kalangan ingin mengangkatnya sebagai Bapak Pers Nasional.

HOS Cokroaminoto yang kita kenal sebagai salah satu “soko guru pergerakan” adalah pemimpin redaksi Oetoesan Hindia dan Sinar Djawa. Tiga serangkai Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantoro, dan Dr. Tjipto Mangunkusumo menukangi De Express. Semaoen, di Usia 18 tahun sudah memimpin Sinar Jawa yang kemudian berubah menjadi Sinar Hindia. Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo yang dikenal sebagai proklamator Darul Islam awalnya menjadi reporter dan redaktur iklan di Fajar Asia bersama H. Agus Salim dan Abdul Muis. K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, menjadi pemimpin redaksi Soeara Muhammadiyah yang sampai kini masih eksis. Sebelum konsentrasi mengurus dasar pendidikan, Ki Hajar Dewantara adalah pemimpin redaksi Persatuan Hindia usai menjalani hukuman buang di Belanda dan bahu membahu bersuara dalam majalah Pemimpin.

Adapun Sukarno menjadi penghela dua Koran, yakni Persatuan Indonesia dan Fikiran Rakyat. M. Hatta, dibantu Syahrir, menahkodai Daulat Rakyat. Amir Syarifudin dalam Partindo menjadi pemimpin redaksi Banteng. Di Manado ada Samratulangi, Gubernur Indonesia Timur pertama, yang menukangi Koran berbahasa Belanda bernama Nationale Commentaren. Di Sumatra, Iwa Kusuma Sumantri tampil sebagai redaktur di Matahari Indonesia yang karena tulisan-tulisannya di koran ini mengantarkannya ke bui.

Stratak perjuangan yang baru ini menandai era baru dalam sistem perjuangan di bangsa yang berbahasa Lingua Franca. Ini membuktikan bahwa media cetak sangat membantu dalam merealisasikan ide-ide cerdas para funding fathers bangsa ini dalam mewujudkan bedirinya negara Indonesia.

Masa Depan Pemuda

Kenyataan yang tidak terelakkan bagi pemuda adalah munculnya sikap pandang yang pluralistik dalam mengejawantahkan perbedan visi dan persepsi. Satu sisi ini merupakan proses dinamis, di sisi lain juga terdapat aspek negatifnya. Contoh paling baru terkait dualisme kepemimpinan dalam KNPI. Pemuda harus senantiasa belajar mengatasi konflik, agar perkara yang destruktif menjadi konstruktif.

Menurut Prof Djoko Suryo, sekarang pemuda menjadi semakin kritis dalam sikap pandangnya. Generasi muda masa kini semakin reaktif dalam menanggapi terjadinya berbagai distorsi dalam berbagai sektor kehidupan yang mereka saksikan dan mereka alami. Akibatnya ini menambah semakin maraknya keberagaman yang teraktualisasikan ke dalam pertentangan antar kelompok, perbenturan dalam bentuk RAS, timbulnya sempalan-sempalan dalam kehidupan beragama dan kepercayaan, dikotomi yang mempertentangkan kaum muda terhadap kaum tua, dan lain sebagainya. Euforia reformasi yang kebablasan dalam (belajar) menerapkan demokrasi menjadi situasi yang mengarah pada anarki, sehingga krisis multidimensi masih melanda kehidupan kita.

Pengejawentahan visi dan persepsi kaum muda sekarang dalam berbagai bentuknya tidak lepas dari pengaruh media massa. Sejak dibukanya kran demokrasi pasca 1998, kebebasan pers seakan tak terbendung. Media massa telah menjadi sumber infoermasi yang nantinya menetnukan opini dan sikap dalam berbudaya. Maka tidak aneh ketika muncul efek negatif dan positifdari kebebasan pers.

Saat ini, media massa juga ada dua yaitu cetak dan elektronik. Media cetak terus mengalami perkembangan dari dulu hingga sekarang. Yaitu berupa kertas yang dicetak dengan tinta. Sedangkan media elektronik berkembang lebih pesat lagi. Mulai dari radio, televisi dan internet.. Ini berarti bagaimana memanfaatkan media massa sebagai alat menumbuhkan semangat melakukan gerakan budaya. Selama ini peran media massa kurang mendapatkan tempat OKP. Seharusnya, media massa dijadikan mitra dalam rangka mempengaruhi opini masyarakat menuju kehidupan yang lebih positif, bukan sebagai sarana mengangkat popularitas demi kepentingan politik praktis. Tentunya, hal itu tidak bisa dilakukan secara instan.

Ajib Purnawan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun