Mohon tunggu...
Hari Aji Rahmat P
Hari Aji Rahmat P Mohon Tunggu... Guru - Guru SMK

Bapak dari Ibrahim wa Musa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Korelasi Jumlah PNSD dan Syahwat Politik Kepala Daerah

12 September 2014   04:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:56 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silakan Anda tak percaya, namun ini nyata…..suatu kejadian di mana ada pegawai bukan berbasic pendidik kemudian didaulat menjadi tenaga pendidik (baca: menjadi guru SD). Kejadian ini saya dengarkan dari ayah saya yang menceritakan di tempat instansi Beliau bekerja, seorang teman yang kebetulan juga teman se-SMA saya yang telah bekerja menjadi PNS di instansi SATPOL PP dialihtugaskan menjadi seorang guru di sebuah sekolah dasar negeri. Keheranan saya lebih menjadi-jadi, takkala terdengar slentingan, memang sekarang ini banyak tenaga yang non pendidik dialihfungsikan sebagai guru di SD di berbagai daerah. Karena basiknya memang bukan guru maka pemda pada akhirnya ikut andil menyekolahkan pegawai tersebut di salah satu FKIP swasta. Jadi jangan heran ketika seorang berijazah S. sos menjadi guru SD, atau mungkin SH menjadi guru pula.

Satu paragraf yang telah disampaikan di atas bukan isapan jempol, atau kisah fiksi. Namun lebih dari itu, kejadian ini merupakan sebab dari kebobrokan sistem manajemen di suatu kabupaten atau mungkin juga suatu kesengajaan. Dan dari berbagai sumber yang sudah terpublikasi, kabupaten yang saya maksud merupakan salah satu kabupaten dengan rasio belanja pegawai sebanyak  lebih dari 70% persen dari total APBD. Jadi dengan angka rasio yang sungguh luar biasa. Bisa dipastikan sekarang ini, pemda setempat tidak dimungkinkan merekrut pegawai negeri sipil meski butuh (baca : kebutuhan tenaga pendidik). Padahal secara fakta, kebutuhan akan tenaga pendidik di daerah sangat besar. Secara fakta, kebutuhan pegawai di suatu daerah sering kali timpang. Bagaimana tidak timpang, justru ketika dibanyak instansi di jajaran Pemda kelebihan pegawai. Namun di sisi lain ada instansi yang justru kekurangan pegawai.

Dari dua paragraf di awal, saya kembali menarik alur waktu menuju masa beberapa tahun silam. Yakni ketika seorang kepala daerah incumbent, demi memuaskan syahwat menjadi pemimpin, rela memberikan parcel manis ke seluruh pegawai honorer daerah. Parsel apa yang dimaksud? Parcel yang dimaksud adalah berupa SK bupati yang selanjutnya sebagai modal terangkatnya mereka (pegawai honorer) menjadi PNS. Bahkan PRT bupati waktu itu pun bisa memeroleh hak terangkat menjadi PNS, tidak percaya? Percayalah karena ini fakta.

Fakta yang  dulu pernah tersulam mengindikasikan memang benar pemberian SK bupati secara massif kepada beberapa pegawai honorer, dirasa merupakan bentuk memupuk simpati masyarakat lewat parcel SK bupati. Model penarikan simpati lewat jalur parcel SK,ternyata tidak  hanya terjadi di satu daerah saja. Di beberapa daerah hal ini pun pernah terjadi. Maka tak mengherankan ketika dilaporkan ada suatu daerah yang overdosis jumlah PNS. Tak mengherankan pula ketika kita banyak melihat PNS Pemda menganggur tak ada kerjaan.

Dari beberapa paparan di depan dapat disimpulkan  bahwa pembinaan PNS daerah di bawah Kepala Daerah menjadi salah satu pemicu praktek rekrutmen yanng tidak didasarkan pada pertimbangan kebutuhan riil personil serta kemampuan daerah dalam membayar belanja pegawai. Dan mengingat juga peran kepala daerah adalah pejabat politik, maka merekrut sebanyak mungkin PNS daerah merupakan insentif politik untuk merawat tim suksesnya dengan menggunakan uang rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun