Baru saja melihat berita memilukan di salah satu televisi nasional. Seekor anak gajah di taman Way Kambas yang diberi nama Yeti terperangkap jeratan pemburu dalam keadaan kelaparan. Untunglah petugas konservasi Taman Way Kambas berhasil menyelamatkan Yeti dari keadaan kritis. Dan kini, Yeti sangat membutuhkan bantuan susu. Yeti, yang tergolong gajah liar rata rata membutuhkan 2 kilogram susu per hari. Besarnya kebutuhan akan susu inilah yang menjadi masalah bagi petugas.
Taman Nasional Way Kambas tidak memiliki dana cukup untuk perawatan gajah liar. Kepedulian masyarakat amat dibutuhkan. Sebab, jika nutrisi tak tercukupi, dikhawatirkan kesehatan Yeti terus menurun
Donasi diperlukan setidaknya hingga gajah ini berumur 1 tahun dan trauma yang diderita bayi gajah akibat jerat pemburu hilang.
Sebelumnya,di tempat yang berbeda seekor gajah betina mati di tengah perkebunan kelapa sawit di Dusun Suo Suo, Kecamatan Tujuh Koto, Kabupaten Tebo, Jambi, atau sekitar 450 kilometer dari Kota Jambi. Diduga, gajah itu mati karena keracunan pestisida.
Selain di Lampung dan Jambi, jumlah kematian gajah yang besar terjadi pula di Riau. Data WWF menyatakan labih dari 100 kasus kematian gajah Sumatera di Provinsi Riau sejak 2004 belum pernah terungkap siapa pelakunya. Dan dari beberapa sumber didapai pula sebagian gajah yang mati kebanyakan gadingnya sudah dipotong. Sungguh mengenaskan bukan?
Sungguh, kejadian terjeratnya gajah, maupun kasus matinya gajah di taman konservasi di negeri ini sebetulnya bukanlah kejadian yang pertama. Kejadian yang terus berulang dan terus berulang  tanpa ada solusi mengatasi, nampaknya akan menyebabkan punahnya satwa bertubuh tambun tersebut. Hal ini akan nampak serius, jika pola hubungan manusia dengan satwa liar tidak terkonsep dengan baik.  Manusia lalai bahwa dunia tak hanya diciptakan untuk mereka. Pola pembukaan lahan pertanian dan perkebunan sawit yang tidak memerhatikan kondisi pola interaksi manusia dan satwa liar, akan memunculkan efek punahnya satwa ini. Dan bisa jadi dalam beberapa tahun ke depan anak cucu kita hanya bisa melihat gajah asli Sumatra di buku-buku saja, sebab kepunahan hewan ini tak terelakan lagi lajunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H