Mohon tunggu...
Aji Cahyono
Aji Cahyono Mohon Tunggu... Jurnalis - Islamic Education, Politic International Relationship, Middle East Region, Philosopher

Saya di lahirkan dari cinta, oleh cinta, dan untuk cinta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemerosotan Hasrat untuk Berfilsafat

19 Mei 2019   01:26 Diperbarui: 19 Mei 2019   02:00 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering kita jumpai dalam disiplin keilmuan atau dikotomi keilmuan, tidak terlepas dengan pentingnya mengkaji filsafat sebagai paradigma seorang akademis. Baik pengantar filsafat sebagai mata kuliah permulaan, baik mengkaji filsafat umum, filsafat pengetahuan, filsafat ilmu, filsafat politik, filsafat hukum, dll sebagai rujukan bersama menurut disiplin keilmuan masing-masing.  Sehingga pencapaian tertinggi dalam mempelajari filsafat adalah kebijaksanaan dari manusia sebagai subjek mempelajari filsafat. Oleh karena itu, ketika subjek mempelajari filsafat sudah mencapai tingkatan filsuf (menemukan kebijaksanaan), maka dalam konteks kehidupan bisa jadi menjadi boomerang buat si subjek tersebut, di karenakan masyarakat awam pun tidak terintervensi pemikirannya dapat merancukan kebijakannya atau kebijaksanaannya.

Penulis, seorang akademisi Pendidikan Agama Islam dari UIN Sunan Ampel Surabaya. Yang pada dasarnya kampus dengan jurusan Pendidikan yang kedepannya di cetak menjadi seorang pendidik islam yang nantinya secara tidak langsung proses dinamisasi kehidupan yang bernuansa Islami. Akan tetapi sering kita jumpai bahwasanya, ada yang melarang untuk mempelajari filsafat, karena menimbulkan dampak negatif terhadap dirinya maupun orang lain. Contoh kasus yang terjadi apabila mempelajari filsafat dapat mengakibatkan dapat merubah keorisinilitas Agama sebagai hal yang fundamental sehingga persepsi dalam elemen lain yang mempunyai sudut pandang bahwasanya mempelajari filsafat dapat menjauhkan diri kepada Tuhan, sedangkan terhadap orang lain dapat mengakibatkan kerancuan atau kebingungan dalam berfikir untuk orang lain, sehingga ada beberapa kyai tradisional mempunyai fatwa bahwasanya mempelajari filsafat adalah haram.

Bahkan di dalam ruang lingkup mahasiswa tersendiri bahwasanya mempelajari filsafat hanyalah membuang waktu belaka, membuat kerancuan berfikir, tidak ada manfaatnya buat orang lain. Sehingga paradigma seperti ini menjadikan tidak adanya hasrat untuk berfikir secara komprehensif, koheren, kontekstualis, dan radikal. Maka yang terjadi realitasnya dalah menemukan mahasiswa yang konservatif, pragmatisme, dan instan. Justru melihat kejadian seperti ini menjadikan wabah penyakit bagi dieinya sendiri maupun orang lain.

Dengan adanya tulisan ini, sepatutnya sebagai mahasiswa perlu merenungkan kembali sebagai status "maha" siswa, sebagai subjek yang filosofis, bukan instanisasi yang digalakkan sehingga muncul konservatisme.yang menjadikam wabah penyakit karakter oleh mahasiswa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun