Kenapa elektabilitas Ganjar-Mahfud tak kunjung naik? Bahkan berdasarkan rilis lembaga survei pasangan nomor urut 1, Anies-Muhaimin mulai menyalip Ganjar-Mahfud. Berdasarkan hasil survei dari 2 lembaga survei, Indikator Politik dan Politika Research and Consulting (PRC) posisi pasangan Ganjar-Mahfud berada di bawah pasangan Anies-Muhaimin (Amin).
Indikator Politik Indonesia melakukan survei elektabilitas capres-cawapres pada 25-27 Desember 2023. Hasilnya sebagai berikut:
- Prabowo-Gibran: 46,9 persen
- Anies-Cak Imin: 23,2 persen
- Ganjar-Mahfud: 22,2 persen.
Sementara itu, responden yang merespons tidak tahu/tidak jawab sebesar 7,6 persen.
Politika Research and Consulting (PRC) merilis hasil survei elektabilitas capres-cawapres pada Jumat (5/1/2024).
Survei ini dilakukan pada pada 20-27 Desember 2023.
- Prabowo-Gibran: 42,4 persen
- Anies-Cak Imin: 28,0 persen
- Ganjar-Mahfud: 21,8 persen
Sementara itu, 5,0 persen responden memilih rahasia atau belum menentukan pilihan, dan 2,8 persen tidak tahu/tidak menjawab. (Sumber)
Padahal, secara performa pasangan Ganjar-Mahfud sangatlah menjanjikan. Integritas Ganjar-Mahfud tidak diragukan lagi. Persoalannya, mampukah pasangan ini menghapus citra "Petugas Parta" yang begitu melekat, yang disematkan PDI-P selama ini pada Jokowi. Sehingga, siapapun kader PDI-P yang menjadi pemimpin tetap dicitrakan sebagai petugas partai.
Tidaklah buruk konotasi petugas partai, jika hanya disematkan saat pencalonan. Tapi, setelah terpilih menjadi Presiden, maka seorang kader partai harus melepaskan citra Petugas Partai. Seorang kader partai politik saat menerima amanah sebagai pejabat negara, posisinya adalah sebagai "Abdi Negara" dan "Pelayan Rakyat", bukan lagi petugas partai.
Berkaca pada pengalaman Jokowi yang selalu dicitrakan sebagai "Petugas Partai" oleh Elite PDI-P, membuat langkahnya dalam menjalankan tugas negara tidak "langsam". Citra sebagai Petugas Partai sangat meruntuhkan wibawanya. Sehingga, seringkali dilecehkan dengan sebutan-sebutan yang tidak senonoh.