Kalau melihat dari kronologis kejadian aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar, pihak keamanan Gereja yang pasang badan untuk menghalangi teroris masuk ke halaman Gereja. Pertanyaannya, dimana aparat keamanan saat terjadinya aksi tersebut? Bukankah biasanya selalu siap siaga disaat ada perayaan khusus.Â
Saya sangat yakin, kalau pun terjadi lagi aksi serupa di kemudian hari, reaksi dan respon kita pastinya tetap sama, mengutuk terjadinya aksi tersebut, lagi-lagi, dan lagi kita cuma bisa mengutuk, tidak tahu harus melakukan apa, agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
Kalau saja dengan mengutuk kejadian tersebut, dan pelakunya bisa menjadi batu, atau jaringan teroris tersebut bisa mati kutu, mungkin cukup dengan mengutuk, maka kejadian tersebut tidak terjadi lagi.
Himbauan pemerintah dan MUI, agar tidak mengaitkan aksi bomber tersebut dengan suatu agama juga tidak efektif, karena pada kenyataannya para pelaku bomber tersebut menggunakan identitas agama.
Teror memang tidak punya agama, tapi pelaku teror tentulah beragama dan punya agama. Padahal, agama apa pun tidak mengajarkan untuk membunuh dan berbuat kekerasan, tapi realitanya para bomber itu adalah bagian dari jaringan yang sama.
Lebih efektif kalau MUI bekerjasama dengan pemerintah, untuk ikut memerangi terorisme, dari pada MUI memosisikan diri sebagai oposisi pemerintah, malah terasa tidak jelas relasi secara politiknya.
MUI harusnya mampu ikut menekan tumbuhnya jaringan seperti JAD tersebut, dengan menurunkan ulama-ulama yang memang layak dikedepankan kehadapan masyarakat. Dari pada MUI cuma seperti menara gading yang didirikan tanpa jelas apa peranannya untuk kemaslahatan umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H