Setiap aja kejadian aksi terorisme, reaksi kita tetap sama, secara beramai-ramai hanya mengutuk, dan terorisme tetap terus ada. Lantas efektifkah hanya mengutuk aksi tersebut?
Negara ini punya pemerintahan, ada yang yang bertanggung jawab secara khusus terhadap penanggulangan aksi terorisme, dan ada anggaran untuk penanggulangannya. Tapi kok aksi terorisme tidak bisa dibasmi? Minimal ada tindakan antisipasi.
Capek gak sih dengan situasi yang sama terus berulang, dan respon terhadap aksi tersebut tetap sama. Ramai-ramai mengutuk aksi tersebut, yang tidak mengutuk seolah-olah dianggap berpihak terhadap aksi tersebut, dan menyukai dengan aksi terorisme.
Yang benar aja, masak sih ada yang mendukung aksi terorisme, selain daripada pihak yang memang merencnakan aksi tersebut? Saya rasa tidak ada yang mendukung aksi seperti itu, karena aksi terorisme mengancam kita bersama, dan musuh kita bersama.
Rerata masyarakat sudah tahu, bahwa Bomber itu karakteristik dan latar belakangnya hampir sama semua. Korban doktrin sesat, dicekoki agama tanpa ilmu, sehingga seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.
Rerata bomber itu orang yang linglung dalam beragama, karena beragama tanpa akal, hanya mengandalkan nafsu semata. Yang jelas rerata anti sosial, sehingga membuat jarak dengan masyarakat pada umumnya, makanya mudah untuk dicekoki doktrin sesat.
Aksi Bomber di Gereja Katedral, Makasar (28/3/2021), menurut Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta, mirip dengan aksi ledakan bom Surabaya 4 tahun lalu, dan aksi ledakan bom di Polretabes Medan.
Kemiripan yang dimaksudkan oleh Stanislaus adalah sama-sama aksi bom bunuh diri. Indetifikasi para pelakunya pun mengarah pada jaringan yang sama, bahwa pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar adalah dari  kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Karakteristik antara 3 kejadian yang sudah terjadi di Indonesia mulai dari gereja di Surabaya pada 4 tahun lalu dan ledakan di Polrestabes Medan belum lama ini juga yang terakhir adalah peristiwa bom di Gereja Katedral Makassar. Benang merahnya adalah sama-sama menggunakan motif karakteristik bom bunuh diri. Ini ciri khas dari JAD," kata Stanislaus Riyanta kepada Arahkata, Senin, 29 Maret 2021. (Sumber)Â
Bisa jadi hasil pengamatan Stanislaus mengandung kebenaran, meskipun keterangan dari pihak kepolisian belumlah final. Kalau acuannya melihat dari karakteristik kejadian yang sama, tingkat akurasi pengamatan tersebut sangat mendekati kebenaran, karena memang sel-sel jaringan ini sepertinya masih terus hidup.