Presiden sudah bergerak cepat, menterinya harus lebih cepat lagi. Begitu dengar akan di reshuffle, pada buru-buru pergi ke Istana, untuk apa? Toh reshuffle itu hak prerogatif Presiden yang tidak bisa di intervensi. Tunggu nasib aja, sambil mengukur diri, kalau sudah merasa bekerja dengan baik, ya buktikan saja.
Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, banyak sekali menteri yang bekerja melebihi ekspektasi, masing-masing sudah tahu apa yang harus dilakukan, tidak bekerja hanya menunggu instruksi.Â
Pada periode kedua sekarang ini, Presiden Jokowi memang kebablasan, banyak sekali menteri yang tidak mengert apa yang harus dikerjakan.
Menteri memang perlu diganti kalau sudah tidak satu frekuensi dengan Presiden. Kerja eksekutif itu adalah kerja kolektif, harus sejalan, dalam visi dan misi yang sama. Pola tindaknya pun dalam situasi extraordinary, harus seragam dengan pola yang dilakukan Presiden.
Frekuensi kerja itu harus selalu dalam satu ritme yang sama. Presidennya dengan gaya metalica, menterinya masih dalam ritme dangdut, jelas gak ketemu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H