Susah mau bilang apa soal belum ditangkapnya Harun Masiku, karena preseden yang diakibatkannya sangat buruk bagi penegakan hukum, dan attitude pemerintah.
Tidak bisa disalahkan juga kalau ada pertanyaan siapa yang lebih pantas ditangkap Ruslan Buton atau Harun Masiku? Meskipun keduanya tidak bisa dibandingkan, karena dalam kasus yang berbeda.
Namun secara tindakan hukum, ternyata menangkap orang-orang yang menyerang pemerintah, lebih mudah dibandingkan menangkap seorang koruptor. Timbul pertanyaan, kenapa koruptor lebih dilindungi ketimbang yang melawan pemerintah.
Apa sih susahnya menangkap seorang Harun Masiku? Bukankah aparat keamanan kita selama ini sangat mudah menangkap siapa pun yang melakukan kejahatan, tidak terkecuali pelaku terorisme.
Ini PR yang sangat berat bagi aparat penegak hukum, juga bagi negara untuk membuktikan bahwa negara kredibel dalam penegakan hukum, dan menunjujung tinggi upaya penegakan hukum.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan selalu muncul dimasyarakat, ketika ada pelaku kejahatan yang begitu mudah ditangkap, dan selamanya akan dibandingkan dengan ketidakberdayaan aparat hukum dalam menangkap Harun Masiku.
Munculnya pertanyaan semacam itu akan menggerus wibawa pemerintah dalam hal penegakan hukum. Presedennya memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dalam hal penegakan hukum.
Hukum tidak bisa tebang pilih, tumpul keatas, dan tajam kebawah. Realitas ini tidak bisa diabaikan. Kesigapan aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsinya, akan sangat berpengaruh pada kinerja pemerintah.
Juga terkait teror/intimidasi terhadap kalangan akademis, yang melaksanakan diskusi di kampus UGM, yang masih hangat menjadi pembicaraan publik.
Kalau pemerintah tidak bisa mengungkapkan siapa pelaku teror atau yang mengintimidasi, maka pemerintah akan menjadi objek tertuduh. Ini pun menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.