Di tengah pandemi covid-19 yang sedang dihadapi bangsa ini, kekurangan itu sangat terasa. Bangsa yang hidup tanpa ruh kebangsaan terombang-ambing keadaan yang tak menentu. Memang tidak semua mengalami hal seperti itu, contohnya Bali yang memegang erat karakter budayanya, bisa selamat menghadapi pandemi corona.
Bali sebagai daerah tujuan pariwisata, sangat berpotensi menjadi episentrum penyebaran covid-19, namun pada kenyataannya, dengan kerja keras pemda bekerjasama dengan masyarakat, mampu menahan lajunya penambahan kasus covid-19, sehingga Bali dianggap berhasil mengatasi pesebaran covid-19.
Hari ini (21/5/2020), lonjakan kasus sampai pada puncaknya menedekati 1.000 kasus. Ini adalah sesuatu yang sangat memprihatinkan, lemahnya kesadaran masyarakat terhadap keselamatannya sendiri, mencerminkan ketidakberdayaannya untuk melawan nafsu ego pribadi, yang berdampak besar pada orang lain.
Sulitnya menegakkan aturan hukum di tengah masyarakat yang sangat konservatif, membuat pemangku kuasa tidak berdaya, dan lemah atas ketegasan. Kalau saja proses pencerdasan bangsa ini berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan, tentunya kita tidak akan menghadapi situasi yang terjadi saat ini.
Inilah dampak terbesar dari terhambatnya proses edukasi masyarakat, sehingga mengubah pola pikir masyarakat untuk mampu beradaptasi dengan kekinian, terasa begitu sangat sulit. Doktrin agama yang begitu kental, membuat bangsa ini stagnan, dan berkutat pada persoalan purba yang terus dipertahankan.
Dari waktu ke waktu persoalan yang dihadapi bangsa ini hanya itu-itu saja. Perdebatan kaum elit pun tidak mengubah keadaan menjadi lebih baik, karena dalam setiap perdebatan hanya memunculkan siapa yang paling hebat, bukan menghasilkan solusi yang jitu untuk mengubah keadaan.
Yang muncul kepermukaan dari karakter bangsa ini justeru bangsa yang pemarah, bangsa yang mudah ngamuk, dan sesitif terhadap hal-hal yang tidak penting. Merasa paling beragama dari yang lainnya, dan merasa terhormat dari yang lainnya, hanya karena berjubah agama.
Sementara diluar sana, mereka berlomba-lomba untuk menguasai dan mengembangkan tekhnologi, namun tetap teguh terhadap nilai-nilai kebangsaan yang dimiliki, dan memegang teguh sebagai karakter bangsa yang tetap utuh, tidak terkontaminasi peradaban lainnya.
Seperti apa kita mewarisi generasi penerus, dengan berbagai keteladanan yang baik? Generasi yang nantinya menjunjunng tinggi budaya bangsanya, yang tetap bangga dengan bangsanya sendiri, tidak tergila-gila pada budaya pendatang yang sangat jauh dari karakter bangsanya sendiri.
Bung Karno menekankan, tiga prasyarat tadi hanya bisa berjalan kalau disandarkan pada massa-rakyat. "Kita kerahkan kemajuan teknik ini bersama-sama dengan massa-rakyat, oleh karena tidak bisa pembangunan berjalan tanpa massa-rakyat," kata Bung Karno.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H