Sewaktu Umroh tahun 2011, dalam rombongan travel Umroh tersebut ada Paula Verhoeven, sekarang isteri Baim Wong, kebetulan saya menjadi Mahrom Paula. Disamping Paula ada juga Profesor Darsono, seorang Profesor yang sangat kontrovesial pada saat itu.
Disela-sela ibadah umroh tersebut kami banyak ngobrol tentang berbagai hal yang menyangkut politik. Beliau sempat berbicara tentang potensi SDA di sulawesi, yang menurutnya akan menjadi pusat perhatian dunia, yakni Nikel, dan merupakan kekayaan SDA yang dimiliki Indonesia.
Beliau memprediksi suatu saat Nikel bisa berpotensi mendatangkan bencana politik, di wilayah sekitar keberadaan SDA tersebut. Bahkan berpotensi mendatangkan gangguan stabilitas keamanan bagi negara Indonesia, karena banyak negara yang ingin menguasainya.
Apa yang di prediksi Profesor Darsono tersebut, sedikit banyak mulai terbukti. Perkara Nikel ini membuat uni eropa berang kepada Indonesia, karena Indonesia sangat ketat dalam melakukan transaksi biji Nikel, sehingga UE memboikot eksport sawit Indonesia.
Uni Eropa (UE) berencana menggugat Indonesia lewat Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tak mempermasalahkan gugatan Uni Eropa tersebut. Menurutnya, selama ini Indonesia tak mendapatkan banyak nilai tambah karena puluhan tahun hanya mengekspor bijih mineral mentah.
Dikutip dari Antara, 27 November 2019, produk mineral khususnya nikel, besi, dan kromium digunakan sebagai bahan baku industri stainless steel EU.
Komisi Eropa yang mengoordinasikan kebijakan perdagangan di Uni Eropa yang beranggotakan 28 negara, mengatakan, pembatasan itu secara tidak adil membatasi akses produsen Uni Eropa terhadap bijih nikel. Dilansir Kompas.com
Sikap Jokowi terhadap UE ini sama seperti sikapnya terhadap PT Freeport, yang mau menang sendiri. Sudah puluhan tahun mengeruk kekayaan Indonesia, namun begitu kontrak kerjasamanya diubah oleh pemerintahan Jokowi, malah banyak tidak patuhnya.