Aksi vigilantisme ini bisa juga menjadi indikator lemahnya penegakan hukum, sehingga munculnya rasa ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum, maka dari itu munculah aksi seperti tersebut, dan pada kenyataannya apa yang dilakukan bisa membuka tabir kejahatan yang tidak terkuak selama ini.
Secara legitimasi hukum, memang para aktor digilantisme ini tidaklah memiliki legitimasi, diibaratkan sebagai ditektif partikelir. Tapi memang keberadaan digilantisme ini bisa menjadi ancaman bagi praktek kepolisian, itu kalau kepolisian tidak berusaha untuk profesional dalam menjalankan tugasnya.
Jurnalis senior Chalie Warzel menyebut fenomena ini sebagai jurnalisme warga yang "bermutasi menjadi tren pemolisian warga yang berbahaya." Sementara menurut Rianne Dekker , cara kerja vigilantisme digital berpotensi merusak praktek kepolisian. Sumber
Memang pada praktiknya 'polisi digital' adalah jurnalis warga yang investigatif, dan bertindak ilegal baik dalam pakem kepolisian, maupun dalam pakem jurnalisme.
Kalau meminjam istilah Warzel, para "penyidik amatiran dan reporter investigatif gadungan" yang sering kali tidak bersandar pada disiplin verifikasi yang ketat dan etika profesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H