Jokowi ngapain aja.? Berseliweren di media sosial, baik di status Facebook, mau pun dikolom komentar, pertanyaan itu sangat mengusik untuk ditelisik.
Pertanyaan, 5 tahun kemarin
Pertanyaan seperti diatas muncul setelah gebrakan Menteri BUMN, Erick Thohir melakukan bersih-bersih di beberapa BUMN setelah satu bulan dilantik menjadi menteri. Implikasi dari sepak terjang Erick itu tidak luput menerjang Jokowi sebagai PresidenPresiden.
Seolah-olah pada periode pertama Jokowi tidak melakukan apa-apa, kenapa bersih-bersih BUMN ini tidak dilakukan pada lima tahun pemerintahan periode pertama, kenapa baru sekarang dilakukan. Itulah yang menyebabkan muncul pertanyaan tersebut.Â
Sepintas pertanyaan ini ada benarnya, namun disisi lain juga harus ditelisik secara objektif, profesional dan berimbang. Kalau cuma dicari kesalahannya tentulah lebih mudah, namun untuk meluruskan pandangan yang negatif tidaklah mudah.
Menurut penulis, pertama-tama yang harus difahami bahwa sebuah pemerintahan kita ini dibangun atas dasar kekuatan politik koalisi partai, disamping juga dukungan rakyat dalam Pemilu Presiden, maka dari itu dalam penyusunan kabinet pun tidak terlepas dari muatan kepentingan politik partai.
Jokowi Tersandera Partai Politik
Bagi-bagi kekuasaan dalam menyusun kabinet adalah hal yang tidak bisa dihindari, apalagi untuk periode pertama. Kompromi dan transaksi politik sangatlah kental dalam penyusunan kabinet, ini tidak bisa dipungkiri.
Partai politik punya 'bargaining position' yang kuat, karena untuk memperkuat kekuasaannya, Jokowi harus mendapat dukungan penuh dari partai koalisi pendukungnya, sehingga Jokowi lebih banyak mendengar suara partai daripada suara rakyat yang mendukungnya.
Semua kebagian kursi sesuai dengan porsi dan kontribusinya dalam pemenangan di Pilpres. Itu merupakan buah dari kesepakatan politik yang tidak tertulis dalam berkomitmen dengan partai koalisi.
Kesepakatan inilah yang menyandera Presiden dalam memosisikan kader partai politik dalam kabinet. Tidak semua partai politik punya komitmen yang sama untuk mengutamakan kepentingan bangsa, biasanya komitmen itu cuma sampai pada batas retorika.