Kasus Gus Miftah menunjukkan bahwa sebagai figur publik, terutama yang memiliki peran resmi seperti utusan presiden, setiap ucapan harus sangat dipertimbangkan. Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya menjaga etika komunikasi, apalagi di era media sosial di mana reaksi publik sangat cepat dan luas. Â
Keputusan Gus Miftah untuk mundur bisa dilihat sebagai langkah yang bertanggung jawab dan bentuk introspeksi. Namun, hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya kepekaan terhadap isu-isu yang bisa berdampak pada kepercayaan masyarakat.
Bentuk satire jika hierarki hukum di indonesia yang paling tinggi berdasarkan beberapa kasus/peristiwa yang cepat ditangani itu karena viral, hal tersebut membuktikan bahwa supremasi sipil dan people power itu nyata.
Terkait utusan resmi presiden, perlu di kritisi juga mekanisme atau seleksi bagaimana perekrutan sebagai utusan presiden itu harus ter-screening dari segi etika, karena etika/adab lebih penting dan diutamakan daripada ilmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H