Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Test MIRROR] Saat Arwah Pun Harus Menepati Janji

8 Desember 2011   10:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:40 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peti itu sudah lama tersimpan. Dibiarkan di ruang bawah tanah. Liz sudah tahu sejak 7 tahun lalu. Namun Peter,ayahnya. Tak mengizinkan Liz membuka peti itu. Sekarang Liz sudah besar, tumbuh menjadi gadis yang cantik dan menarik. Liz dan ayahnya, tinggal di sebuah pulau. Dimana tak ada satupun manusia yang mau tinggal disana. Selama ini Liz tak pernah diizinkan keluar dari pulau itu oleh ayahnya. Dari pagi hingga sore Peter tak pernah mau keluar rumah. Makanya tubuhnya pucat pasi karena tak pernah tersentuh cahaya matahari.

Malam ini Liz akan merayakan ulang tahunnya yang ke-17. Liz meminta sesuatu pada ayahnya.

“Dad, bolehkah aku sebutkan sebuah permintaan?”

“Apa itu sayang?”

“Izinkan aku keluar pulau. Aku ingin melihat perkembangan di luar sana.”

Peter berfikir sejenak. Ketakutan menyergap. Ia takut sesuatu akan terbongkar jika Liz memintanya untuk mengantar ke luar pulau.

Sikap semua orang akan membuat Liz bingung..” ucap Peter dalam hati.

“Apa kau minta ku temani?”

“iya dad, selama ini aku tak pernah tahu bagaimana diluar sana.”

Peter berfikir lagi.

“Baiklah akan ku antar kau keluar pulau.”

Sore ini mereka bersiap meninggalkan rumah. Peter mengenakan pakaian lengkap disertai sarung tangan dan sepatu boots. membuat tampilannya semakin rapat. Sementara Liz hanya mengenakan dress panjang corak kembang dengan warna yang sudah lusuh termakan masa.

"arrrhhhhhh.....huh,,,,,hah..." Peter mendayung perahu kayunya dengan kuat. Sesekali ia meringis saat sinar matahari mengenai bagian tubuhnya yang tidak sengaja tersibak. Setelah kurang lebih setengah jam mereka pun sampai di pulau tetangga, wajah Liz berbinar. Di pulau ini jauh lebih menyenangkan dari pada di pulaunya.

“Apa yang ingin kau cari Liz?” Peter bertanya.

“Tak ada, aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya tinggal di tempat yang ramai. Sepertinya menyenangkan..” tandasnya.

“Jangan lama – lama disini Liz, jangan biarkan kau terpesona pada pulau ini. ini bukan tempat kita!!”

Liz memandang wajah ayahnya. Ada keanehan disana. Sorot mata Peter berubah tajam dan memerah, kulitnya jauh lebih kering dari biasanya. Badan Peter gemetar.

"Apa kau sakit dad?"

"Tidak nak, aku hanya tidak nyaman berlama - lama disini !!“ jawab Peter lugas.

"Mari pulang ...” ajak Liz.

Beberapa orang sedang sibuk dengan aktifitasnya masing - masing. Hanya saja ada beberapa yang memandang aneh ke arah Liz. Dari kejauhan ada seorang wanita paruh baya yang juga memandang Liz dengan aneh. Wanita itu setengah berlari  mendekati Liz dan mengajaknya bicara.

Nak, dengan siapa kau bicara?”

“Oh.. ayahku.  Ada apa nyonya?” jawab Liz sambil keheranan.

“Ayahmu??? Aku tak melihat siapapun disini. Apa kau tidak sedang mengigau?"

"Apa maksud nyonya?"

"aku merasa ada yang tidak beres denganmu. kau tinggal dimana?"

"Pulau seberang."

"pulau kutuu..."

“Sudah Liz, jangan gubris dia. Di gila !!” Peter menarik paksa lengan Liz.

Liz mengikuti langkah kaki peter menjauhi wanita tadi sebelum wanita itu selesai melanjutkan kata - katanya.. Liz hanya diam. Dari kejauhan nyonya tadi masih berteriak – teriak, “Hei anak malang, kasihan kau hidup bersama roh yang bingung hendak kemana. Hei..!” suara nyonya itu semakin menjauh dan hilang.

Di atas perahu Liz tak banyak bicara. Ia hanya memperhatikan peter dari ujung kepala hingga ujung kaki. Banyak tanya dalam benaknya. Peter pun tak ingin melihat wajah putrinya ini. Saat ini dia merasa tersudut.

tak berapa lama sampailah mereka di rumah. “Pulau ini memang sangat aneh”, pikir Liz.

-----------------------------------------------000OOOOO000-------------------------------------------

“Hampir jam 12 malam, ini saatnya.” Gumam Peter. Dinyalakannya lilin di atas sebuah tart cantik yang ia buat sendiri. Ditariknya peti yang selama 17th ini tersimpan rapi di bawah tanah.

“Teng..” tepat jam 12.

Peter dan Liz berdiri di depan tart yang di letakkan di atas meja kayu tua yang sudah tak seimbang ke empat kakinya.

“Nak, Selamat ulangtahun. Ayah tak mampu memberimu apapun. Hanya peti ini yang kini sudah boleh kau buka. Ini mungkin akan jadi kado terakhir dariku” ucap Peter lesu.

Lalu Peter membiarkan Liz meniup lilin. Saat tangan Liz meneyentuh peti, Peter mendekati Liz lagi, “Sebentar nak, biarkan aku menciummu.”

Airmata Peter berlinang. Ia memeluk Liz erat. Lalu bergegas keluar rumah. Liz terpaku, merasa sedit aneh dengan perilaku ayahnya.

"Apa kau tak ingin menemaniku membuka peti dad?"

"Tidak sayang, bukalah .. aku keluar sebentar .."

Lalu Liz membuka peti perlahan.

Ternyata di dalam peti ada tubuh manusia yang sudah menjadi mummi. Wajahnya sangat Liz kenali. Di balik tutup petibertuliskan nama " Sir. Jhony Peter Marco." Tubuh Liz mendadak limbung. Ia tak sadarkan diri. Dan sejak saat itu Liz tak pernah lagi menemukan keberadaan ayahnya.

Pulau kutukan ini adalah pulau dimana yang tinggal disni hanya arwah - arwah yang terkena kutukan yang belum menyelesaikan apa yg seharusnya ia selesaikan. Peter berhutang janji pada mendiang istrinya untuk menjaga Liz hingga usia 17 tahun dan kemudian peter meninggalkan Liz  dengan jutaan pertanyaan untuk menemui istrinya.

salam ..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun