[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Google"][/caption]
WAH!! Sekali lagi seorang oknum staff lembaga pendidikan menciptakan aib. Menambah deretan panjang daftar kasus pencabulan anak di bawah umur.
Dua hari lalu saya membaca berita di sebuah situs berita.  Tersebutlah IK seorang staff  TU mecabuli seorang anak SMP di sebuah salon yang berlokasi di wilayah Dadap Tangerang. Berawal dari telepon salah sambung yang dilakukan oleh IK pada awal Juni 2011. Anggrek (nama samaran) yang masih berusia 16 tahun tersebut dengan mudahnya diajak berkomunikasi. Sampai akhirnya IK mengajak kopdar di pusat perbelanjaan di daerah Daan Mogot. Setelah pertemuan pertama berlanjutkemudian pada pertemuan kedua. IK mengajak Anggrek kopdar kembali di kawasan Kapuk. Setelah keduanya bertemu, IK lalu mengajak Anggrek ke sebuah salon di wilayah Dadap, Tangerang. Sesampainya di salon, IK lantas memberikan minuman. Tak berapa lama. Anggrek sudah terkulai lemas tak sadarkan diri. Kemungkinan besar itu akibat dari minuman yang diberikan IK. Entah sudah ada perjanjian atau belum antara IK dan pemilik salon. Tapi kejadian miris dan tragis tersebut dengan sukses terjadi disana. IK bersama seorang rekannya, mencabuliAnggrek. Setelah selesai IK dan rekannya meninggalkan salon sambil memberikan uang kepada pemilik salon sebesar 300 ribu rupiah. Anggrek terbangun dan menyadari dirinya dalam keadaan telanjang. Ia tak menemukan IK disana. Setelah memakai kembali pakaiannya, Anggrek menemui pemilik salon lantas menanyakan keberadaan DN. Si pemilik salon menjelaskan bahwa IK sudah pergi bersama rekannya beberapa saat sebelum Anggrek bangun.
IK tak berhenti sampai di situ. Ia lagi – lagi masih mengajak Anggrek ke salon yang sama untuk memuaskan nafsu bejatnya pada 29 Juni 2011 dan pada 27 Agustus 2011. Anggrek pun tak mampu menolak karena merasa nyawanya akan terancam.
Pihak keluarga Anggrek melihat kondisi psikis Anggrek yang brubah drastic setelah kejadian pencabulan tersebut. Anggrek lebih banyak diam dan sering mengeluh sakit pada organ intimnya. Dan pihak keluarga pun akhirnya melaporkan kejadian pada pihak berwajib.
Walaupun IK beralibi bahwa kejadian ini terjadi karena alasan suka sama suka dan menyatakan bahwa salon tersebut juga merupakan salon esek-esek yang memang menyediakan tempat untuk melakukan kegiatan prostitusi namun kini IK sudah ditahan di Direskrimum Polda Metro Jaya. Pelaku dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Berita di atas melibatkan juga beberapa kasus lain yang kian marak saat ini. Salon plus –plus. Keberadaannya bukan hanya isapan jempol semata. Contohnya di Yogyakarta yang notabene mendapat gelar sebagai kota pelajar pun terdapat beberapa salon plus – plus yang berkedok salon perawatan biasa. Dilihat di bagian pintu masuk memang terkesan seperti salon pada umumnya. Namun jika sudah masuk kedalam salon plus – plus akan mendapat pertanyaan yang menggelitik. Anda ingin perawatan yang serius atau plus – plus. Disana sudah disediakan beberapa kapster yang khusus bertugas sebagai kapster esek – esek.  Untuk tarif biasanya sudah ditentukan. Jadi menutup kemungkinan adanya nego harga antara pihak salon dan pelanggan. Jika anda menanyakan tentang lokasi saya tidak akan memberi tahu. Hanya saja lokasinya tidak terlalu jauh dengan Monumen TUGU.
[caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="Google"][/caption]
Dan satu masalah lagi yang mengacung pada berita di atas adalah penggunaan minuman keras yang mengakibatkan tidak sadarnya si korban. Penggunaan minuman keras yang berbahan dasar Etanol sangat membahayakan. Masih ingat mengenai beberapa kasus kematian akibat pesta miras oplosan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia? Itu karena ketidak pahaman mereka akan bahan campuran yang digunakan. Saya sempat tertawa – tawa sendiri saat mendengar ada orang yang mencampur kopi dengan lotion anti nyamuk untuk menimbulkan efek mabuk. Juga soft drink yang dicampur sedikit abu rokok, serta penggunaan obat tetes mata pada minuman yang mengakibatkan orang tersebut tidak sadar.
[caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="Google"][/caption]
Jika kita sambungkan dengan pemberitaan di atas, jelas sekali ini sangat berbahaya. Jika penggunaannya dimaksudkan hanya untuk membuat orang tersebut (korban) tidak sadarkan diri untuk sementara waktu masih dapat ditolerir. Tapi jika mengakibatkan kematian? Akan bertambah pula pasal-pasal yang akan menjerat tersangka. Dan ini membuktikan pula bahwa antara kejahatan satu dengan yang lainnya saling ketergantungan. Apa sedemikian parahnya kejahatan di Indonesia?
Dan kenapa anak – anak dibawah umur semakin menjadi santapan mudah bagi para penjahat kelas ecek-ecek?
Dimana letak kesalahannya??
Siapa yang harus bertanggung jawab??
Lagi – lagi orangtua?? Atau pihak lain??
Salam ALA
sumber di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H