[caption id="attachment_177933" align="aligncenter" width="600" caption="http://atjehpost.com/read/2012/05/18/9288/0/18/Implan-Panel-Surya-Bantu-Tuna-Netra-Melihat"][/caption]
Beberapa diantara kita pasti punya koleksi buku. Baik buku tentang ilmu pengetahuan, maupun novel dan sebangsanya. Pertama kali kita ingin membeli buku biasanya memperhatikan dari cover, dan sinopsis yang Αϑα ϑi bagian cover belakang. Itu bagi kita yang normal, yang bisa melihat semua dengan mata kepala. Namun bagaimana dengan mereka yang tak mampu melihat atau tuna netra?
Ini kisah saya dan seorang sahabat. Namanya Anti. Usia kami sama, hanya berbeda bulan kelahiran.  Saat itu kami sama – sama duduk di tingkat SLTP. Anti adalah anak dari sahabat mama yang kebetulan tinggalnya satu kota dengan saya. Anti menderita kebutaan sejak lahir ke dunia. Sebelum Anti lahir, kedua orangtuanya adalah pelaku wirausaha yang cukup sukses. Namun saat Anti dalam kandungan mamanya, kondisi keuangan mereka mengalami penurunan yang amat drastis. Hingga saat Anti dikabarkan tak bisa melihat, mereka pun tak mampu melakukan apa - apa. Sebulan dua kali saya dan mama kerap berkunjung kerumah Anti. Sekedar bersilaturahmi dan mengajak Anti bermain.
Awalnya mama Anti tidak bisa menerima keadaan ini. Apalagi tak satupun diantara keluarga besarnya yang mengalami hal serupa. Bahkan ia dan keluarganya sempat dikucilkan untuk waktu yang lumayan lama. Tapi lama kelamaan, setelah banyak mendapatkan saran dari para sahabatnya beliau pun akhirnya mampu menerima semuanya dengan suka cita.
Anti disekolahkan ϑi SLTP Luar Biasa yang dekat dengan rumahnya. Setiap hari mamanya dengan setia mengantar Anti sang buah hati. Walaupun Anti tak bisa melihat, tapi keinginannya untuk banyak tahu tentang dunia luar selalu menyemangati dirinya sendiri. Walau kadang rasa rendah diri atau krisis pede sesekali menganggunya, tapi Anti selalu berusaha survive dengan keadaannya. Saya sebagai sahabat pun ikut bangga dengan motivasi yang tumbuh dalam jiwa Anti.Saya melihat begitu besarnya harapan Anti untuk disamakan dengan anak – anak lain yang seumuran dengan kami saat itu.
Saat itu, buku Chicken Soup For The Soul sedang booming dibahas oleh anak seumuran kami. Dan berita itu pun sampai ϑi telinga Anti. Ia tahu bahwa buku itu berisikan banyak kisah nyata yang mampu mengajak seseorang untuk lebih menikmati hidupnya. Anti ingin sekali membaca buku itu. Namun apa daya, buku itu (mungkin) tidak tersedia dalam edisi huruf Braille. Sebagai sahabat satu - satunya (karena banyak yang mencemooh ia saat itu) hati saya sedih, karena begitu besarnya keinginan seorang sahabat yang Tuna Netra untuk membaca buku yang berisikan kesaksian banyak orang yang penuh keterbatasan seperti dirinya. Saya berusaha memposisikan diri saya seperti Anti, betapa menyedihkan dengan keterbatasan tersebut jika ditambah dengan tidak adanya perhatian dari orang – orang di sekeliling saya.Karena kebetulan saya memiliki buku tersebut, maka saya mengambil keputusan untuk membacakannya untuk Anti. Biasanya saya mengunjunginya dua minggu sekali, kali ini saya perbanyak kuantitasnya menjadi seminggu 3 kali. Anti terlihat amat senang. Bahkan kepercayaan dirinya semakin hari semakin baik. Bukan hanya buku Chicken Soup yang saya bacakan. Terkadang majalah remaja pun yang berisikan informasi trend mode terbaru saya share dengannya. Saya coba membuat gambaran tentang warna - warna pakaian yang sedang diminati remaja masa kini, hingga modelnya yang semakin tahun semakin modern dan bervariasi. Kadang saya memberikan saran pada mamanya agar Anti juga dibiasakan menggunakan pakaian yang saat ini sedang digilai para remaja, agar Anti tetap terlihat fashionable walau dirinya tidak sesempurna remaja yang lain. Dan kebiasaan itu berlanjut sampai pada Juli 2004. Anti ϑi diagnosa mengidap kanker otak. Semakin hari kondisinya semakin memburuk. Anti sempat dalam kondisi tidak sadar selama 4 hari. Dalam kondisinya yang kritis, saya masih berusaha untuk membangkitkan motivasi hidupnya. Saya terus membacakan banyak kisah motivasi. Namun apa daya. Tuhan berkata lain. Anti harus kembali pada sang pencipta.
Dari kisah ini saya ingin berbagi pengalaman bahwasanya kita yang lebih sempurna dari mereka hendaknya memahami bahwa mereka pun membutuhkan uluran tangan kita. Tak hanya berupa materi, tapi juga dukungan moriil yang mampu menguatkan dan memberikan mereka keyakinan lebih bahwa hidup ini layak dinikmati dan disyukuri. Dan meyakinkan mereka bahwa mereka memiliki kita yang peduli pada sesama. Setelah kematian Anti saya berjanji pada diri sendiri, suatu saat saya akan membuka perpustakaan dan bersedia menjadi sukarelawan yang akan membacakan isi buku tersebut kepada mereka yang tidak mampu melihat (Tuna Netra). Dan sekarang saya masih mencicil buku – buku yang nantinya akan saya masukkan ke dalam perpustakaan tersebut.
Semoga mampu menjadi inspirasi bagi kita semua.
#Kalau tante Emmy membaca tulisan ini, tetap semangat ya tante.. :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H