Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anda Orangtua atau Tukang Paksa?

29 Februari 2012   04:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:46 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13304877711319892433

[caption id="attachment_163902" align="aligncenter" width="742" caption="http://yottabaca.blogspot.com/2012/01/pilihan-karir-terbaik-untuk-2012.html"][/caption]

Karir [1]adalah adalah perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Ini juga bisa berarti jenjang dalam sebuah pekerjaan tertentu. Karir terkadang bisa berawal dari hal yang kita sukai, dan terkadang berawal dari keterpaksaan akan hal – hal yang tidak kita sukai. Namun akhirnya kita dipaksa untuk tetap menjalani dengan beberapa pertimbangan tertentu.

Sebagai kasus, sepasang suami istri yang sudah membangun sebuah bidang usaha garmen selama belasan bahkan puluhan tahun dan berjalan dengan sukses. Karena usia mereka yang sudah tidak mungkin melanjutkan usahanya sendiri, maka kepercayaan memegang hak usaha tersebut diturunkan kepada si anak. Sejak sekolah si anak sudah diberikan sedikit – demi sedikit ilmu tentang bagaimana me-manage sebuah usaha. Diajak terjun langsung ke lapangan. Memperhatikan setiap detik apa yang orangtuanya lakukan. Hingga menginjak bangku kuliah, jurusan yang dipilih pun ditekankan pada bidang yang nantinya akan dipraktekan dalam usaha bisnis keluarga. Si anak dituntut untuk patuh, dan mau meneruskan usaha keluarga, tanpa pihak orangutan bertanya dulu tentang kesiapan, kemampuan, dan kesediaan si buah hati.

Namun sejak kecil, si anak sudah sangat menyadari bahwa bakatnya berbeda dari yang diharapkan kedua orangtua. Sebut saja namanya Vina. Pada awalnya ia lebih interest dengan segala hal yang berbau otomotif walaupun ia seorang perempuan. Cita – citanya saat duduk di bangku SLTP, ia ingin masuk ke STM (sekolah Teknik Mesin), tapi karena orangtuanya tidak setuju, maka ia terpaksa masuk ke sebuah SMEA dan mengambil jurusan manajemen bisnis saat menginjakkan kaki di bangku universitas. Di tahun awal masuk perguruan tinggi, Vina sudah mulai merasakan dilemma luar biasa. Tak satupun mata kuliah yang bisa ia nikmati. Semester pertama nilai – nilai Vina anjlok. Beberapa kali ditegur oleh dosennya karena saat mata kuliah berlangsung ia lebih senang menggambar design motor atau mobil. Tahun kedua, kondisi Vina semakin terpojok, ia diancam oleh kedua orangtuanya, takkan dikuliahkan lagi jika tidak dapat memperbaiki nilai – nilai ujiannya. Tapi ancaman itu bukan malah membuat Vina memahami maksud kedua orangtuanya, tapi ia justru semakin menantang. Ia dengan sengaja tidak masuk kuliah dan memilih duduk manis di perpustakaan kampus sambil membaca – baca buku otomotif disana. Dan ini berlangsung dari tahun ke tahun hingga si orangtua pun menyerah dan membiarkan Vina dengan segala kemauannya.

Jika kita lihat kondisi ini, ada banyak pertimbangan siapa yang harus dibenarkan dan siapa yan harus dipersalahkan.

Dari sudut pandang orangtua sangatlah wajar apabila harapan mereka ingin agar usahanya tetap berjalan dengan lancar, dan si anak tinggal meneruskan bisnis yang sudah berjalan tanpa harus meniti dari awal. Tapi bagaimana jika sedikit memahami dari sudut pandang si anak?

Setiap orang memiliki bakat masing – masing. dan biasanya orang lebih memilih berkarier sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Karena dalam berkarier, yang dibutuhkan adalah kenyamanan, kemampuan, dan kepeduliaan. Kenyamanan dalam pemahaman bidang pekerjaan, kemampuan dalam menyelesaikan setiap resiko pekerjaan, serta kepedulian pada rekan - rekan dalam satu lingkungan kerja.

Dan disini pentingnya peran orangtua, belajar untuk tidak memaksakan kemauan pribadi di atas kenyamanan anak. Walaupun seringkali kita dengar ada ungkapan manis “pilihan orangtua adalah yang terbaik” rasanya untuk era modernisasi seperti saat ini, quotes semacam itu harus dipilah – pilah juga. Mana yang bisa jadi yang terbaik, dan mana juga yang akhirnya bisa membawa si anak dalam dilemma berkepanjangan.

Menyatukan 2 pola pikir agar sejalan itu bukan hal yang mudah, walaupun pada anak kandung sendiri, karena ia terbentuk dari 2 gen yang disatukan. Di satu sisi anak akan mengikuti sifat turunan dari ibu, di sisi yang lain pun anak memiliki sifat turunan dari si ayah.

Mulai saat ini, jangan lagi paksakan anak anda untuk mengikuti kemauan anda. Mengarahkan boleh, asal tidak memaksakan, apalagi hingga membuatnya tumbuh dalam tekanan. Biar ia berjalan dengan bakatnya. Bakat yang sudah Tuhan berikan pada masing – masing orang. Beri dukungan, baik moriil maupun materiil. Jangan justru dibebani dengan ancaman – ancaman yang akan lebih menjatuhkan mental si anak.

Belajarlah menjadi orangtua yang berbesar hati. Memahami anak, dan selalu memberikan kenyamanan agar ia pun bisa tumbuh dengan baik dan merasa aman berada di tengah keluarga. Karena kepribadian yang baik, juga bisa di dukung oleh lingkungan yang baik pula.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

[1] Wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun